OpiniZona Kampus

Mengenal Budaya Merantau Pada Masyarakat Minangkabau

×

Mengenal Budaya Merantau Pada Masyarakat Minangkabau

Sebarkan artikel ini
Rumah adat minangkabau

Oleh: Dwino Scorpio,

(Mahasiswa jurusan sastra Minangkabau, Universitas Andalas Padang)

Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki banyak pulau karena banyaknya pulau yang tersebar yaitu dari Sabang sampai Merauke, maka terlahirlah bermacam budaya, tradisi, yang berbeda beda dan beragam di setiap pulau-pulaunya tersebut. Tak terkecuali daerah Sumatra barat, yang memiliki budaya dan tradisi yang terdapat di setiap daerahnya. Salah satu tradisinya yang terkenal yaitu tradisi merantau, yang masih ada dilakukan oleh masyarakatnya sampai sekarang.

Sumatera Barat merupakan suatu daerah yang terletak di pulau Sumatera. Sumatra Barat memiliki ibukota yang bernama kota Padang. Sumatera Barat memiliki etnis yang disebut dengan etnis Minangkabau atau etnis Minang. Pada umumnya etnis Minangkabau masyarakatnya menganut agama Islam, maka jika ada orang Minang yang keluar dari agama Islam maka dia juga akan keluar dari etnis Minangkabau dan tidak dianggap lagi sebagai orang Minang. Tetapi pada awalnya Minangkabau menganut agama Hindu-Budha tapi setelah datangnya tiga haji, yaitu haji Piobang, haji Sumaniak, haji Miskin untuk menyebarkan dan meluruskan agama Islam di Sumatra Barat, hingga masyarakatnya pun menganut agama Islam.

Budaya Minangkabau juga memiliki sistem kekerabatan yang berbeda dengan budaya yang berkembang di berbagai daerah lainnya. Karena budaya Minangkabau memiliki kekerabatan yang disebut dengan kekerabatan matrilineal yaitu garis keturunan menurut garis ibu, hal tersebut membuat harta pusaka dan harta warisan yang hanya diwariskan kepada perempuan. sedang pada daerah-daerah lainnya menganut sistem patrilinial yaitu garis keturunannya menurut garis ayah.

Budaya Minangkabau mementingkan pendidikan bagi masyarakatnya untuk mencintai ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat Minangkabau dituntut untuk mencari ilmu sejak kecil. Salah satu filosofi adat Minangkabau yang mengajarkan tentang ilmu pengetahuan yaitu “alam takambang manjadi guru”, maksud dari filosofi itu adalah alam juga bisa menjadi guru untuk belajar tentang ilmu pengetahuan, dan dari alam kita juga dapat belar tentang pengetahuan yang tersimpan didalamnya. Masyarakat Minang juga rela meninggalkan kampung untuk menuntut ilmu.

Minangkabau juga terkenal dengan masakannya yang memiliki rasa yang begitu lezat, contoh masakan rendang yang menjadi masakan yang telah dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia. Masakan Minangkabau biasanya dibuat dengan banyak rempah-rempah seperti cabai, serai, kunyit, jahe, lengkuas, bawang putih, bawang merah, dan Santan kelapa. Orang Minang biasanya hanya menyajikan makanan yang halal. Masakan Minangkabau sudah banyak tersebar diberbagai daerah mungkin masakan-masakan itu di kenalkan oleh para perantau Minang, seperti rumah makan Padang yang banyak tersebar di daerah Jawa.

Perantau Minang merupakan orang-orang Minang yang pergi merantau meniggalkan kampung halamannya. Jadi merantau bagi masyarakat Minangkabau adalah salah satu budaya yang sering dilakukan oleh seorang laki-laki untuk pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Tidak hanya karena faktor ekonomi atau merubah kehidupan tetapi merantau memang sudah menjadi tradisi di Minangkabau. Dan masih ada faktor yang harus membuat laki-laki Minang untuk merantau.

Seperti berikut ini merupakan beberapa faktor yang menyebabkan laki-laki harus pergi merantau, seperti: faktor sistem matrilineal, Karena budaya Minangkabau yang menganut sistem matrilineal jadi harta warisan atau harta pusaka hanya diwariskan kepada pihak perempuan, sedangkan pihak laki-laki hanya mendapatkan hak yang sedikit, karena itulah timbul budaya merantau bagi laki-laki. Faktor pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi masyarakat Minangkabau, oleh karena itu masyarakat Minang rela menuntut ilmu keluar dari wilayah minang, karena terbatasnya pendidikan yang ada di daerah Minang.

Laki-laki yang tidak pergi merantau dan laki-laki itu belum menikah dan tidak ada pekerjaan maka dia akan dianggap sebagai laki-laki yang penakut dan laki-laki yang tidak mandiri. Karena laki-laki yang tidak ada pekerjaan akan merasa malu karena merasa menjadi beban bagi keluarganya, Sesuai pepatah “Krakatau Madang di hulu, babuah bungo balun”.

Bagi masyarakat Minangkabau merantau merupakan keharusan yang dilakukan oleh seorang pemuda, karena pemuda yang pergi merantau akan dianggap atau dipandang sebagai laki-laki yang dewasa dan budaya merantau di Minangkabau sudah ada sejak lama.

Sebelum pergi merantau pemuda harus mempersiapkan diri dengan matang saat berada di daerah orang, orang Minangkabau harus selalu menerapkan prinsip “Dima bumi dipijak di situ lagik dijunjuang” yang berarti kita harus beradaptasi dengan daerah yang kita datangi dengan menghargai adat dan budaya mereka tanpa menghilangkan jati diri sendiri. Dan masyarakat Minangkabau juga memegang teguh kepada nilai etika yang telah diajarkan oleh adat dan budaya mereka.

Dalam melakukan merantau terdapat tantangan yang harus dilewati oleh para perantau, tantangan tersebut seperti menahan rasa rindu terhadap keluarga maupun kampung halam yang telah ditinggalkan, meski hanya ditinggalkan sementara. Rasa rindu tersebut selalu mengganggu pikiran, yang selalu datang saat malam tiba. Akan tetapi merantau akan membuat dirimu terlihat lebih tangguh. Dan juga banyak pelajaran yang didapat oleh para perantau seperti belajar menghargai orang dan budayanya, belajar hidup mandiri, dan dapat belajar dari hal-hal positif yang didapat di daerah orang.

Masyarakat Minang mereka selalu ingat akan kampung halamannya dan pasti akan pulang, atau jika sukses di daerah perantauan mereka juga tidak akan melupakan kampung halamannya, dan akan tetap memiliki ikatan batin, sesuai dengan pepatah “setinggi tinggi Tabang bangau nan suruiknyo ka kubangan juo”, dan Mereka akan menerapkan dikampung halaman tempat asalnya, apa yang telah didapatnya dari daerah orang tersebut. Dan mereka juga akan menyebarkan dan mengenalkan budaya minag di daerah-daerah yang mereka datangi.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *