Opini

Mengenal Lockdown Dan Social Distancing, Siapa yang berwenang? (bag.2)

×

Mengenal Lockdown Dan Social Distancing, Siapa yang berwenang? (bag.2)

Sebarkan artikel ini
Sukitman Asgar, Akademisi Universitas Hein Namotemo (Unhena).

Telaah UU No 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan 

 

Oleh: Sukitman Asgar

Staf Pengajar UNHENA Tobelo, Pengurus Asosiasi HTN/HAN Maluku Utara

 

Mengapa Pemerintah Belum mengambil langkah Lockdown?

Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa Indonesia tidak mengenal Istilah Lockdown. namun untuk menyesuaikan dengan tema yang dipaparkan diatas, maka penggunaan Lockdown hanya untuk memudahkan pemahaman khalayak umum atas issu saat ini.

Dalam beberapa kesempatan Presiden dengan segala konsekuensinya tetap belum mau mengambil langkah lockdown, maka alternatifnya dilakukan social distancing. Sekalipun hampir kebanyakan Negara didunia dan beberapa Wilayah di Indonesia dengan tindakan berani mengambil langkah sendiri untuk lockdown wilayahnya. sehingga publik dan berbagai ahli mendesak segera menetapkan langkah lockdown terakhir Fakultas Kedoteran UI dengan segala pertimbangannya dan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid 19 makin meluas mereka meminta Presiden Jokowi segera mengabil langkah lockdown dengan menutup seluruh pintuk masuk Indonesia.

Sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan pasal 49 sebelumnya bahwa, yang memiliki kewenangan menetapkan langkah lockdown adalah Menteri Kesehatan. Hanya saja Presiden sebagai Kepala Pemerintahan Negara Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 4 UUD tahun 1945, maka Presiden memiliki hak secara absolut untuk itu. Namun sampai sejauh ini mengapa langkah itu belum diambil Presiden Jokowi?

Berikut beberpa ulasan yang telah distortir penulis dari berbagai media Nasional:

  1. Presiden masih Percaya terhadap langkah Social Distancing dan berharap alternatif tersebut akan menghentikan Wabah Covid 19. Padahal telah diketahui bersama bahwa Negara-negara maju seperti Jerman, Amerika, Italia Spanyol dll termasuk Kota Wuhan sebagai Pusat Peredaran CoronaVirus, otoritas setempat langsung menutup segala akses atau lockdown wilayahnya.
  2. Resiko Ekonomi yang terlalu Besar, menurut Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri bahwa Indonesia akan mengalami kebangkrutan yang dalam karena Ratusan Triluan hilang akibat menurunnya angka PDB dan meningkatnya Nilai Tukar Rupiah. Namun bagi Penulis Esensi Dasar Pembangunan Indonesia bukan letak pada Ekonomi namun semata-mata untuk manusia, pertanyaannya. Apalagi perlu dibangun, bila manusianya sudah mati? Hal ini yang seharusnya dipikirkan oleh Presiden
  3. Penyebarannya CoronaVirum belum meluas, sebagaimana Ketentuan Pasal 49 Ayat (2) bahwa faktor kebijakan lockdown adalah meluasnya pendemi C-19, ancaman, serta resiko-resiko lainnya, Ekonomi Sosial Budaya dan Keamanan. Padahal Presiden tidak mengetahui bahwa faktor Kemanusiaan labih penting dari segala dan makin hari ancaman kematian makin meningkat.
  4. Tanggungjawab Pemerintah atas Pemberlakuan Lockdown, sebagaimana ketentuan pasal 55 bahwa, selama masa karantina segala kebutuhan dasar masyarakat merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat. Padahal Presiden tidak mengetahui bahwa, Ekonomi masih dapat diperbaiki daripada matinya warga negara yang tidak mungkin dapat dihidupkan kembali dan tidak semua daerah bergantungan pada kebutuhan Impor. Justru lebih baik karena membatasi dari luar masuk dan menghidupkan ekonomi sendiri diwilayah itu.
  5. Belum ada Pruduk Hukum yang dianggap menjadi landasan kuat sesuai perintah UU Nomor 6/2018 untuk dilaksankan dengan Peraturan Pemerintah. Padahal Presiden telah mengetahui bahwa, jika sepanjang keadaan tersebut dianggap darurat dan untuk kepentingan publik, segala ketentuan dapat ditabrak berdasarkan asas diskresi.
  6. Yang Terakhir Presiden belum menetapkan Keadaan Darurat Nasional, yang ada hanya Bencana Nasional yang diinisiasi lewat Tanggap Darurat dan Siaga Bencana. Sehingga Pemberlakuan Leckdown harus dikeluarkan dulu Keadaan Darurat secara Nasional.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 11 Ayat (3) bahwa. Untuk penanggulangan kedaruratan Kesehatan dilaksankan berdasarkan Peraturan Pemerintah Jo Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian, Presiden dianggap terlalu lamban mengambil kebijakan dengan salah satunya belum mengeluarkan PP terhadap pelaksanaan kedua ketentuan diatas yang dianggap sangat genting dan diperlukan saat ini. sehingga tidak heran bahwa, sebagian daerah melaksankan kebijakan lockdown sendiri tanpa menunggu arahan dari Pemerintah Pusat, karena mereka menganggap memiliki kewajiban untuk melindungi warga masyarakat yang ada didaerahnya.

Apakah Daerah Bisa Lockdown?

Sebelum menjawab itu, perlunya satu persatu kita harus membuka ketentuan hukumnya. Lebih dulu kita telaah dari sudut pandang konstitusi dimana dalam Muqaddimah alinea ke 4 menyatakan “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…….”

Bahwa Konstitusional dalam kaitannya dengan kebijakan lockdown tentunya Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan itu, karena ketentuan diatas hanya ditegaskan bagi Pemerintah Nasional. Pemerintah daerah merupakan bentukan dari Pemerintah Nasional tersebut, hal tersebut sebagai implementasi dari Negara Kesatuan sebagaimana Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 bahwa tanggungjawab pemerintahan dalam NKRI adalah Presiden Republik Indonesia.

Sama halnya dengan ketentuan UU Nomor 6 tahun 2018, yang tidak ada satupun norma memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk memberlakukan langkah lockdown yang dipertegas dalam Pasal 18 (1) berbunyi “Kekarantinaan Kesehatan di wilayah diselenggarakan di tempat atau lokasi yang diduga Terjangkit penyakit menular dan/atau Terpapar Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”.

Itu artinya bahwa untuk daerah yang wabahnya tidak terinfeksi tidak dapat memberlakukan langkah lockdown, hanya daerah-daerah yang telah serius terinfeksi kovid 19 yang disebut Jona merah, misalnya DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Karawang, Bandung dan daerah lainnya, yang diduga telah serius menyebar dan menginfeksi warga masyarakatnya.

Namun bila kita memandang dalam sudut pandang ketentuan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah sebagaimana Pasal 12 terkait pelayanan dasar dibidang kesehatan merupakan kewenangan daerah, hanya saja persoalan Covid 19 adalah Persoalan Nasional maka hal tersebut sepenuhnya kewenangan Presiden. Namun untuk mengatasi keadaan darurat dan demi melindungi dan mencegah penyebaran yang terus meluas, maka ruang dan langkah kordinasi dapat ditempuh daerah dengan berbagai pertimbangannya diberikan kepada Presiden untuk disetujui, dalam hal ini dipercayakan kepada Kepala BNPB sebagai Kordinator Nasional Gugus Tugas Penanggulangan Covid 9.

Tidak Sampai disitu, Daerah juga “dapat” mengambil langkah lockdown dengan menggunakan Ketentuan Diskresi sebagaimana Pasal 22 Ayat (2)d UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Adminitrasi Pemerintahan yang berbunyi “Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum”.

Hal ini dapat ditempuh dengan dalih sesuatu yang telah genting sehingga butuh penanganan yang sesegera mungkin. Namun mengakhiri tulisan ini, bilamana Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halahera Utara ingin mengambil langkah Lockdown sebagaimana daerah lainnya yang telah berani lebih dulu mengambil langkah tersebut sebelum instruksi Presiden, maka alangkah baiknya berkordinasi terlibih dahulu kepada Pemerintah Pusat sebagai bagian dari langkah ikhtiar dan menghargai kehadiran Pemerintah Pusat karena Tanggungjawab Akhir segala Urusan Pemerintahan baik Pusat maupun daerah ditangan Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo.

Akhir kata, Semoga Presiden membuka mata kemanusian dan segera menetapkan Keadaan Darurat Nasional serta mengeluarkan produk hukum pemberlakuan  lockdown Nasional dan tiap-tiap Provinsi sebagaimana perintah UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan berharap Pendemi Covid 19 ini segera berakhir. Wassalam(*/habis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *