Oleh: DR Ahmad Yani SH MH
Politisi dan praktisi hukum
SANGAT mencengangkan, ketika Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta masyarakat memaklumi kenaikan harga tiket pesawat dalam beberapa hari terakhir. Menurut Budi, kementeriannya juga harus melindungi industri penerbangan agar bisa terus bertahan.
Kenaikan harga tiket pesawat selama setahun terakhir telah memberi dampak ke berbagai sektor seperti pariwisata, perhotelan termasuk ekonomi kreatif yang tersebar di sejumlah daerah. Seharusnya Pemerintah sudah buat terobosan konkret untuk mengatasi permasalah harga Tiket pesawat ini.
Menaikkan atau menurunkan tarif tiket pesawat oleh maskapai penerbangan sepenuhnya merupakan kewenangan penuh dari Kementerian Perhubungan. Namun sayang Menteri Perhubungan Budi Karya hanya memperlihatkan watak kapitalisme yang paling buruk dalam kebijakan pemerintah.
Dari ucapan Budi Karya yang meminta masyarakat memaklumi harga tiket yang mahal itu, karena dia ingin melindungi industri penerbangan. Menteri Perhubungan sedang mempertontonkan di hadapan publik, betapa Pemerintah tidak punya daya untuk mengontrol harga tiket karena untuk mengakomodir kepentingan Perusahaan penerbangan. Sementara keluhan rakyat yang meluas tidak di hiraukan sama sekali.
Pemerintah yang seperti ini adalah pemerintah yang buruk, tidak mampu mengakomodir kebutuhan masyarakatnya sendiri untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan primer rakyat.
Kritik dari berbagai kalangan telah dilontarkan, mulai dari DPR RI hingga masyarakat luas, terhadap kebijakan harga tiket yang mahal itu, bahkan diantara para menteri saling berdebat. Rakyat kebingungan pemerintah tidak punya pertimbangan untuk mengakomodir keluhan masyarakat. Sebaliknya pemerintah berdalih bahwa untuk kepentingan Perusahaan penerbangan.
Bahkan di tengah keluhan tingginya harga tiket pesawat, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi malah mengeluarkan kebijakan yang kontra. Ia justru menaikkan tarif batas bawah penerbangan, yang awalnya 30 persen dari tarif batas atas, menjadi 35 persen.
Kebijakan ini dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019, dengan turunan Keputusan Menteri Nomor 72 Tahun 2019. Kebijakan ini berlaku mulai 1 April 2019.
Sikap pemerintah seperti ini, bukan hanya menambah masalah bagi masyarakat luas, melainkan juga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang mereka jalankan. Bahkan bisa membangun image bahwa pemerintah hanya peduli pada pemilik modal saja.
Seharusnya menteri punya cara untuk mengatasi bagaimana mengakomodir antara aspirasi masyarakat dengan keinginan perusahaan penerbangan, tanpa meniadakan salah satunya, dengan mempertimbangkan manfaatnya bagi masyarakat luas.
Tetapi Menteri Perhubungan tidak peduli terhadap keluh kesah masyarakat terhadap tingginya harga tiket tersebut, justru menteri lebih peduli terhadap korporasi penyedia jasa penerbangan. Sehingga kita dapat melihat, betapa wajah dari sikap menteri ini, memperlihatkan wajah kapitalisme yang paling ganas.
Disamping itu, kita dapat melihat, sang menteri begitu takut dengan perusahaan penerbangan. Mungkin dalam suasana takut terhadap perusahaan itu, ia meminta masyarakat untuk memaklumi harga tiket pesawat yang mencekik rakyat itu.
Bahkan dalam suasana mudik lebaran, warga negara yang ingin pulang ke kampung halamanpun mengalami kesulitan, efeknya arus mudik menggunakan angkutan udara mengalami penurunan yang signifikan. Menteri Budi dalam hal ini bukan mencari jalan bagaimana harga tiket itu bisa di jangkau oleh semua masyarakat, tetapi ia menyarankan masyarakat untuk menaiki angkutan darat.
Saran ini menjengkelkan bagi saya, Karena tidak mungkin warga Papua naik angkutan darat menuju ke tanah kelahirannya dari Jakarta. Begitupun masyarakat yang bekerja di ujung kalimantan sana, atau di Papua, atau Bisa Tenggara untuk pulang ke kampung halamannya di Sumatera ataupun sebaliknya.
Apalagi, misalnya orang Aceh yang kerja di Papua, atau sebaliknya, bagaimana mungkin saran yang “konyol” itu bisa dilakukan sementara angkutan darat tidak ada. Belum lagi perjalanan yang jauh, dengan waktu libur yang singkat.
Lalu lintas udara ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan “primer” warga negara Indonesia. Tetapi pemerintah tidak peduli terhadap hal itu, menyusahkan rakyat dan membuat rakyat menjadi semakin sulit untuk melakukan perjalanan sepertinya sudah menjadi bagian dari kebijakan menteri perhubungan.
Akibat dari mahalnya harga itu, beberapa kejadian yang memalukan terjadi. Sebagai contoh, Orang Aceh kalau mau ke Jakarta harus membayar dengan harga tinggi. Sementara keluar negeri harganya lebih murah dan selisihnya sangat jauh. Sehingga orang Aceh ramai-ramai mendatangi kantor Imigrasi untuk memilih penerbangan luar negeri baru melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.
Hal tersebut memalukan Indonesia di mata Internasional, sekaligus membuat rakyat semakin susah. Semua itu karena kebijakan menteri yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, dengan menyenangkan para konglomerat pemilik perusahaan penerbangan.
Para menteri Tanpa Solusi
Bukan hanya Menteri Perhubungan yang tidak memiliki solusi bagi persoalan pemenuhan kebutuhan rakyat. Bahkan presiden Jokowi sendiri tidak memiliki solusi untuk rakyat. Contohnya, ketika melonjaknya Harga Daging di pasar, ia menyarankan warga negara untuk tidak mengkonsumsi daging, dengan menyuruhnya makan ikan.
Beberapa menteri yang saya maksud adalah menteri Kordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani pernah meminta rakyat Miskin untuk diet. Bagaimana mungkin rakyat yang kelaparan di suruh diet? Saran tersebut untuk menutupi ketidakmampuan kabinet Kerja pemerintahan Jokowi.
Yang paling sering menjengkelkan adalah menteri Perdagangan. Pada waktu harga beras melonjak ia malah menyarankan kepada masyarakat untuk menawar harganya di pasar. Ketika harga cabe mahal, ia menyuruh rakyat tanam sendiri. Di saat harga bawang putih Mahal menteri Pedagangan meminta masyarakat untuk tidak makan bawang. Menteri seperti ini memalukan, Tidak ada satupun solusi yang berikan oleh pemerintah kepada rakyat, padahal mereka memiliki kuasa yang mengendalikan kebijakan dan anggaran untuk menyelesaikan permasalahan itu.
Kalau kita sebut satu per satu, ada menteri Pertanian yang menyarankan masyarakat untuk makan keong sawah ketika harga daging mahal. Ketika warga menemukan cacing dalan ikan kaleng, Menteri kesehatan mengatakan cacing sarden itu mengandung protein. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengomentari pelemahan rupiah memberikan dampak positif bagi APBN.
Komentar-komentar menteri seperti di atas memperlihatkan wajah buruk dari pemerintahan saat ini. Ini membuktikan bahwa pemerintah gagal mengakomodasi kepentingan rakyat.
Akibatnya dari semua ketidakmampuan pemerintah menghadapi gejolak pasar dan tekanan ekonomi itu, rakyat merasakan dampaknya yang sangat luar biasa. Sehingga kita dapat melihat dari harga tiket hingga harga-harga kebutuhan pokok menjadi mahal dan sulit di jangkau. Rakyat betul-betul menghadapi satu ujian bernegara akibat pelaksana kebijakan yang amatiran.
Pada akhirnya, Semoga kita bisa keluar dari kemelut ini, sehingga kita bisa membahagian warga negara dan mensejahterakan kehidupan rakya banyak, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)
Sumber: https://rmol.id/read/2019/06/01/391740/menteri-tanpa-solusi-di-tengah-keluhan-mahalnya-harga-tiket