OpiniPolitik

Optimalisasi Partispasi Masyarakat Dalam Pesta Demokrasi 2024

×

Optimalisasi Partispasi Masyarakat Dalam Pesta Demokrasi 2024

Sebarkan artikel ini
Yosafat Kotalaha

Oleh: Yosafat Kotalaha

Pemilu merupakan mandat dari konstitusi yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini memastikan dan melindungi pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam menyalurkan hak-hak politiknya dalam Pemilu. Pemilu sebagai salah satu praktek berlangsungnya kekuasaan dan pemerintah harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang berkeadilan dan nilai-nilai kemanfaatan. Salah satu prinsip dasar dari negara hukum demokratis adalah adanya jaminan yang berkeadilan bagi rakyat dalam mengekspresikan kedaulatanya.

Pelaksanaan Pemilu Sebagai bentuk realisasi kedaulatan rakyat dalam bingkai demokrasi adalah terselenggaranya Pemilihan Umum secara reguler dengan prinsip yang bebas, langsung, umum dan rahasia. Dapat dikatakan bahwa pemilu merupakan entry point bagi terbangunnya suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam kerangka ini, prinsip kedaulatan rakyat menjadi roh bagi setiap gerak langkah penyelenggaraan pemilu. Terselenggaranya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, bukanlah pekerjaan yang mudah.

Sebagai amanat konstitusi, yang pada hakikatnya merupakan kebijakan publik di bidang politik dan pemerintahan, sangat jelas bahwa implementasinya akan dipengaruhi oleh berbagai factor, sebagimana disampaikan oleh Edward III (1980:10) “…The implementation of every policy is a dynamic process, which involves the interaction of many variables”. Salah satu faktor itu adalah institusi penyelenggara, sehingga dengan demikian hal inilah yang harus jadi kajian cermat dari setiap aparatur institusi penyelenggara pemilu pada berbagai level. Pun demikian, kompleksitas implementasi penyelenggaraan pemilu, melibatkan  interaksi berbagai faktor diantaranya politikal, sosial, teknis, manajerial, psikologis  bahkan teknologis dalam mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

KPU dan jajarannya (KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, sampai ke jajaran pelaksana adhoc di tingkat paling bawah) sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, kepadanya dihadapkan tantangan nyata untuk mengemban tugas, wewenang dan kewajibannya dalam mengusung visi demokratisasi dan kedaulatan rakyat. KPU Kabupaten/Kota sebagai bagian integral dari KPU, tentu saja harus tampil paling depan untuk kepentingan ini. KPU sebagai penyelenggara pemilu tentunya harus menjalankan tugas pokoknya, yang salah satu tahapannya adalah melaksanakan sosialisasi artinya mengkomunikasikan sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan kepada masyarakat   terkait kegiatan KPU yang akan dilaksanakan. Pertanyaannya mungkinkah semua pihak berperan atau terlibat masalah Partispasi Masyarakat pada Pesta Demokrasi 2024 nanti?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka sudah tentunya mata kita tidak hanya tertuju pada KPU sebagai penyelenggara Pemilu, namun sudah tentu semua stakeholder memiliki peran penting dalam mewujudkan keaulatan rakyat.

Selama ini KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum, yang mengalami penilaian buruk dari berbagai pihak baik itu institusi ataupun dari masyarakat, terkait dengan penetapan data pemilih (DPT). Perlu diketahui bahwa KPU tidak mengelola data kependudukan dari awal, namun KPU menerima data dari pemerintah yang disebut DP4. Dari DP4 itulah KPU kemudian mengelola pendataan menjadi DPS dari DPS (Daftar Pemilih Sementara) lalu ditetapkan menjadi DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang dilakukan melalui beberapa tahapan pemuktahiran data pemilih.

Permasalahan daftar pemilih sebenarnya bukan hal baru, dari pemilu ke pemilu dan dari pemilihan ke pemilihan masalah tersebut selalu naik ke permukaan. Peraturan perundang-undangan mengatur keterlibatan banyak pihak dalam pemutakhiran data pemilih. Pemerintah berperan menyiapkan Data penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4), KPU bertugas melakukan sinkronisasi D4 dengan DPT pemilu/pemilihan terakhir, KPU dibantu penyelenggara di bawahnya, termasuk petugas pemutakhiran data pemilih (PANTARLIH) melakukan kerja-kerja pemutakhiran dengan melibatkan RT/RW untuk memastikan akurasi data pemilih dan hak politik warga negara dapat terakomodir.

Dalam hal memastikan data pemilih bukan hanya tugas KPU tetapi dibutuhkan keterlibatan peserta pemilu (Partai Politik) sebagai motor penggerak kekuasan dengan basis politknya adalah masayarakat, masyarakat sebagai pemegang hak politik dan penentu kedaulatan juga memiliki peran aktif sehingga hak politiknya dapat terlindungi, yang sudah tentu dalam memastikan data pemilih hasil pemuktahiran data sinkron dengan data kependudukan, maka Dinas kependudukan dan catatan sipil dilibatkan untuk membandingkan data kependudukannya. Sesuai Pasal 8 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2019, data pemilih yang akan menjadi materi pencocokan oleh petugas pemutakhiran data pemilih di lapangan adalah hasil sinkronisasi Daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) dengan DPT pemilu/pemilihan terakhir. Pasal 8 ayat (3) menjelaskan, sinkronisasi dilakukan dengan menambahkan Pemilih pemula, menambahkan Pemilih baru, dan/ atau memutakhirkan elemen data Pemilih.

Dengan demikian KPU mengoptimalkan proses sinkronisasi untuk perbaikan elemen data pemilih untuk proses pemutakhiran data pemilih dengan mendesain Sistem informasi data pemilih (Sidalih) yang digunakan KPU untuk menghimpun, menganalisis, dan menyimpan hasil pemutakhiran daftar pemilih yang lebih efektif. Dengan adanya sistem informasi data pemilih (sidali) mempermudah KPU dalam melakukan pemuktahiran daftar pemilih berkelanjutan sebagaimana amanat UU Nomor 7 tahun 2017. Pasal 14 UU 7/2017 mengatur, “KPU memiliki kewajiban untuk melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.” dengan dialakukannya pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, maka dipastikan hak politik masyarakat dapat dilindungi secara otomatis.

Masykurudin Hafidz dkk., dalam buku 3 catatan pengawasan pemilihan 2020 yang diterbitkan oleh BAWASLU menyampaikan bahwa dalam pendaftaran pemilih ada dua sistem yang biasa digunakan, yaitu pendaftaran pemilih berdasarkan skala periode waktu, dan pendaftaran pemilih yang dilaksanakan berdasarkan hak dan kewajiban. Berdasarkan skala periode waktu ada model sistem pendaftaran pemilih hanya untuk pemilu tertentu saja (periodic list), pendaftaran pemilih untuk pemilu yang berkelanjutan (continuous register or list), dan pendaftaran pemilih berdasarkan pencatatan sipil (civil registry). Pendaftaran pemilih berdasarkan hak dan kewajiban juga ada tiga model, yaitu pemilih dapat mendaftar atau tidak mendaftar (volunteer registration), memilih adalah kewajiban (mandatory registration) dan pemerintah memfasilitasi proses pendaftaran pemilih dan proses pendaftaran pemilih dilakukan pemilih sendiri (mix strategy).

Tugas penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu adalah memastikan sistem tersebut dilaksanakan dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu/pemilihan yang diatur dalam peraturan perundang undangan dan sudah menjadi standar internasional. Penyelenggara pemilu/pemilihan harus melakukan upaya strategis untuk memastikan proses pemutakhiran daftar pemilih menghasilkan data yang valid, akurat, dan komprehensif. Karena itu koordinasi yang baik didasari sikap yang konstruktif dan terbuka, penyiapan sistem IT yang dapat bekerja secara efektif, serta kesiapan SDM yang mau dan mampu bekerja secara cermat sangat dibutuhkan untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2024.

Lanjut Masykurudin Hafidz dkk., dalam kriteria International Foundation for Electoral Systems (IFES) sebagaimana dijelaskan oleh Yard (2011) ada dua belas prinsip daftar pemilih yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Integrity, pendaftaran pemilih harus dilakukan secara adil, jujur dan semaksimal mungkin menjangkau warga negara yang memenuhi syarat dan mencegah yang tidak memenuhi syarat masuk dalam daftar pemilih; 2. Inclusiveness, seluruh warga yang memenuhi syarat harus masuk dalam daftar tanpa memandang perbedaan agama, suku, pilihan politik; 3. Comprehensiveness, daftar pemilih harus memasukkan seluruh warga yang memenuhi syarat dan memberikan perhatian kepada kelompok marginal, termasuk kaum difabel, kelompok masyarakat di pedalaman dan perbatasan, kelompok miskin. 4. Accuracy, daftar pemilih harus merekam data pemilih seakurat mungkin; 5. Accessibility, proses dan mekanisme pendaftaran pemilih harus menyediakan cara yang mudah dan tidak ada hambatan bagi warga negara yang memenuhi syarat; 6. Transparency, seluruh proses pendaftaran pemilih harus dapat dipantau oleh para pemangku kepentingan; 7. Security, data pemilih harus dijaga dari kemungkinan diakses oleh pihak yang tidak berwenang, rusak, atau hilang termasuk karena sebab bencana; 8. Accountability, setiap perubahan data pemilih harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan keputusan perubahan harus dibuat melalui proses yang terbuka; 9. Credibility, daftar pemilih harus disusun dan dipelihara melalui cara-cara yang mampu meyakinkan publik dan pemangku kepentingan politik; 10. Sustainability, data pemilih harus dibuat dan dipelihara secara berkelanjutan baik secara hukum, politik, ekonomi, maupun teknologi; 11. Cost-Effectiveness, proses pendaftaran dan pendataan pemilih harus dilakukan secara efisien (tidak berbiaya tinggi); dan 12. Informed Electorate, sistem pendaftaran pemilih harus memastikan bahwa pemilih bisa mendapatkan informasi tentang kapan, dimana, dan bagaimana cara mendaftar, mengupdate, maupun memeriksa daftar pemilih. (Ahsanul Minan dkk: 2019: 42-43) Selain memperbaiki sistem dan kinerja penyelenggara pemilu dalam melakukan pemutakhiran daftar pemilih pada saat penyelenggaran pemilihan, penyelenggara pemilu khususnya KPU perlu mempersiapkan penyelenggaraan continuous voter registration system. Pendaftaran pemilih berkelanjutan berarti tidak memposisikan pendaftaran pemilih hanya sebagai salah satu tahapan pemilu yang dilaksanakan pada saat menjelang pemilu, melainkan pendaftaran pemilih dan pemeliharaan data pemilih merupakan kerja panjang dan terus menerus dalam kerangka electoral cycle. Diperlukan koordinasi lintas stakeholder agar proses pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan dapat dilakukan melibatkan banyak pihak, tidak hanya pemerintah tetapi juga pihak swasta (Ahsanul Minan: 2019: 71-72).

Catatan ini memberikan sebuah kritik terhadap perlindungan hak politik warga negara, oleh karena itu jika diperhatikan dengan sungguh oleh semua elemen yang terlibat dalam pemilu 2024 bukan hanya tugasnya penyelenggara pemilu, maka dipastikan partisipasi masyarakat di pemilu 2024 akan datang akan meningkat dibandingkan dengan hasil pemilukada Kabupaten Halmahera Utara tahun 2015 dengan tingkat partisipasi sebesar 69,77 persen dan pemilukada tahun 2020 dengan tingkat partisipasi sebasar 80,48 persen. Oleh karena itu pentingnya peran semua stakeholders dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024 nanti untuk memilih pemimpin dalam upaya mewujudkan pemilihan umum (pemilu) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan  Rakyat  Daerah  (DPRD),  Presiden, dan Kepala Daerah serta  pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang jujur, bersih, efisien, efektif, beradab, dan demokratis pada pemilu serentak tahun 2024 bukanlah pekerjaan mudah. Namun, agenda tesebut merupakan sebuah keharusan kolektif bagi sebuah negara demokrasi untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan demokrasi yakni menuju negara yang menjamin kedaulatan rakyat melalui pemerintahan dan wakil rakyat yang dipilih dari rakyat, oleh rakyat, dan bertanggung jawab terhadap rakyat.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *