Opini

Pahlawan Sejati Di Hari Pahlawan, Suatu Refleksi Satu Dekade UNHENA

×

Pahlawan Sejati Di Hari Pahlawan, Suatu Refleksi Satu Dekade UNHENA

Sebarkan artikel ini
Sukitman Asgar

Oleh: Sukitman Asgar,

(Pemerhati masalah Sosial dan Kebangsaan)

Catatan ini disusun secara objektif dan profesional tanpa campur tangan pihak mana pun. Sebagai suatu refleksi dari Pemberian 10 Tokoh Pahlawan Bangsa sekaligus dalam rangka menyambut momentum bersejarah satu dekade berdirinya Universitas Hein Namotemo. 

Jejak Seorang Arsitektur: Dari Pemekaran menuju Tokoh Rekonseliasi. 

Sebagai Pengingat. Bahwa Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada penghujung tahun 2015, berdiri sebuah lembaga Pendidikan Tinggi di negeri Kepulauan Maluku Utara yang diberi nama Universitas Hein Namotemo. Bagi Hein pemberian nama ini merupakan hasil perenungan mendalam, karena menurut tradisi dan tetuah Halmahera pemberian nama ke benda lain terhadap seseorang yang masih hidup adalah “Pemali” atau “Pentangan”, sehingga dapat menyebabkan orang tersebut bisa celaka atau mendapat rintangan dikemudian hari. Namun bagi orang beragama dan memahami adat dan budaya, Hein tahu dimana letak batasan dan tradisi yang harus dan tidak harus dilakukan Do’s and Don’ts.

Nama Hein Namotemo memang tidak asing bagi masyarakat, politisi, maupun tokoh bangsa di Maluku Utara. Dengan terobosan dan kontribusinya di berbagai bidang cukup dikenal luas pada semua kalangan. Arsitektur handal Alumni ITB ini, sewaktu menjadi birokrat (Bappeda D.T. II Malut) turut dalam perjuangan Pemekaran Provinsi Maluku Utara pada tahun 1999 walau belakangan namanya jarang terhembus dimedia saat momentum HUT Provinsi maupun melalui dinding media dan kantor pemerintahan Maluku Utara. Padahal kapasitasnya saat itu sebagai Kabid BAPPEDA berperan penting menyusun dan mempresentasikan kondisi riil wilayah Maluku Utara dari Aspek ekonomi dan pembangunan di hadapan Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat oleh Letjen TNI (Purn.) Syarwan Hamid. (Baca: Rusli Djalil. Mengais Kenangan Lama, MalutSatu. 2019)

Pasca pemekaran, ketika konflik sosial melanda Halmahera dan Maluku secara umum, Hein ditunjuk oleh Sekwilda Maluku Utara, Drs. Hi. Thaib Armayin, untuk pulang kampung menjabat sebagai Camat Tobelo. Pada momentum itulah ia tampil terdepan sebagai tokoh kunci dalam upaya rekonsiliasi dan pemulihan perdamaian di tengah masyarakat. (Baca: Higaro, 2015, Hlm. 14). Perjuangannya berlanjut dalam proses Pemekaran Kabupaten Halmahera Utara tahun 2003, yang kemudian mengantarkannya dipercaya rakyat sebagai Bupati Halmahera Utara pada tahun 2005 melalui pemilihan langsung pertama pascareformasi. Atas dedikasi, integritas, dan keteladanan Hein Namotemo menjadi fondasi moral yang menginspirasi lahirnya Universitas di pelosok negeri yang kini menyandang namanya, sebagai simbol perjuangan, pendidikan, dan pengabdian bagi kemajuan SDM di Maluku Utara.

Totalitas yang Berdampak dan Pemikiran yang Mengakar dari HN

Selama dua periode kepimpinannya. Hein Namotemo berhasil membawa Halmahera

Utara menjadi salah satu daerah dengan perkembangan paling pesat di jazirah AlMulk. Berbagai terobosan strategis dilakukannya yang memberikan dampak besar bagi masyarakat, terutama dalam membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. bandar udara dan pelabuhan sebagai jalur vital transportasi laut di wilayah kepulauan yang kembali dihidupkan diletakkan hingga menjangkau pelosok Halmahera. Dari Morotai-Apulea hingga Pasir Putih. Sejumlah pelabuhan seperti Pelabuhan Tobelo, Daruba, Veri Gorua, Veri Doro, hingga  Pelabuhan Kontainer, menjadi bukti nyata dari kerja keras dan visi besarnya dalam membangun konektivitas daerah kepulauan.

Sebagai sosok yang dijuluki “Singa Podium” karena pidatonya yang bersemangat dan menggelegar, sehingga oleh penulis menjulukinya “Soekarno Halmahera” atas kemampuan retorik dan kepemimpinannya yang inspirasional, kiprahnya makin meluas hingga ke tingkat nasional, salah satunya melalui perannya sebagai Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Tidak berhenti di situ, setelah empat tahun menjabat sebagai Bupati Halmahera Utara, menaruh perhatian terhadap keterbatasan pelayanan di Pulau Morotai, pulau bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Atas semangat dan totalitasnya itu, bersama para tokoh dan aktivis lokal, tepat 2009 melahirkan Kabupaten Pulau Morotai sebagai daerah otonom baru, sebagai wujud nyata dari visi pembangunan yang berkeadilan dan merata.

Selain berbagai langkah konkret yang telah dilakukan selama masa kepemimpinannya sebagai Bupati, Ir. Hein Namotemo juga dikenal melalui sejumlah terobosan dan pemikiran yang mengakar dan strategis. Salah satu gagasan penting yang ia perjuangkan ialah pembentukan Provinsi Halmahera yang direncanakan berkedudukan di Tobelo. Gagasan visioner ini sempat kembali diangkat oleh beberapa tokoh pada tahun-tahun selanjutnya sebagai refleksi dari ide awal beliau, namun bukan Tobelo ibukota Provinsi namun disuatu daerah Halmahera yang lain. (Baca TribunNews: 2023). Terobosan lain yang tidak kalah berpengaruh adalah gagasannya untuk menjadikan Halmahera Utara sebagai Kabupaten Kelapa. Ide tersebut ia sampaikan dalam berbagai forum, baik lokal maupun nasional. Penulis masih mengingat dengan jelas ketika pada tahun 2010 saat masih menjadi mahasiswa di kota Ternate. Sebuah Forum Seminar Nasional, Hein Namotemo memilih hadir langsung yang dilaksanakan di Hotel Ayu Lestari Bastiong Ternate, di mana saat itu sebagian besar kepala daerah memilih untuk mewakilkan. Namun bagi Hein, dengan kehadirannya secara langsung dapat memaparkan ide besarnya ke khalayak umum terkait gagasannya mengenai potensi kelapa sebagai komoditas unggulan Halmahera Utara. Kini, buah perjuangan dan pemikiran visioner tersebut terwujud melalui kebijakan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yakni Program Hilirisasi Kelapa, yang oleh Pemda Halmahera Utara dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2025. Hal ini menjadi bukti bahwa gagasan besar Hein Namotemo tetap relevan dan memberi dampak nyata hingga kini.

Refleksi Hari Pahlawan dan Warisan Nyata yang Tak Banyak Narasi

Selama sepuluh tahun masa kepemimpinannya yang berada dalam keterbatasan akses informasi dan rendahnya pengawasan eksternal, sebenarnya saat itu sebagai Bupati Hein Namotemo bisa berbuat apa saja. Namun ia memilih dan menunjukkan seorang tokoh yang memiliki keteladanan yang langka. Ia tidak menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri maupun keluarganya, berbeda dengan banyak kepala daerah lain pada masanya maupun saat ini, yang menimbun dan memperluaskan Gurita Bisnis mereka dengan kekuasaan yang dimiliki, hingga tak sedikit ketika masih menjabat maupun paska menjabat harus berhadapan dengan Hukum. Karena baginya, kekayaan sejati bukanlah harta, melainkan ilmu pengetahuan dan peradaban yang diwariskan bagi generasi penerus. Pandangan inilah yang diwujudkan melalui pendirian Universitas Hein Namotemo pada akhir tahun 2015, yang berada tepat di jantung Kota Tobelo. Lahirnya Universitas ini menjadi bukti nyata komitmennya untuk membangun peradaban melalui pendidikan. Dengan kehadiran Universitas yang dirikan diharapkan bukan hanya sebagai Katalisator perubahan masyarakat pesisir Halmahera serta sebagai pilar dalam mewujudkan SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045. Namun melalui visi utama “Kampungkan Kampus”, universitas ini membawa misi mulia, mengembangkan potensi desa menjadi produk bernilai tambah bagi masyarakat di semenanjung

Halmahera dan Maluku Utara. Sebagai bukti berbagai capaian telah terwujud dari Universitas ini, di antaranya Riset Kolaborasi Dosen Unhena dengan BRIN yang telah Go Internasional melalui penelitian Hiu Berjalan Halmahera, serta pengabdian masyarakat tentang potensi Cumi di Teluk Kao dan Riset Berdampak lainnya yang telah memperoleh Hak Cipta dan Paten Nasional. Sehingga bagi penulis, Ir. Hein Namotemo bukan hanya tokoh pembangunan dan perdamaian, tetapi juga tokoh peradaban. atas bukti kongkritnya melalui pendirian lembaga pendidikan dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi, sebuah warisan besar dari seorang pemimpin daerah yang tidak pernah berhenti berbuat untuk bangsa, meski hanya menjabat sebagai bupati, bukan gubernur, apalagi presiden. Walau demikian, patut diakui bahwa sebagai Mahluk Ciptaan Tuhan, tentu beliau memiliki keterbatasan dan kekurangan. Namun, kontribusinya bagi bangsa, patut mendapat apresiasi yang layak dan setingginya.

 Kini, Universitas Hein Namotemo telah memasuki satu dekade perjalanannya, yang akan diperingati bersamaan dengan Dies Natalis dan Wisuda Sarjana pada 24 November 2025 mendatang. Sehingga dalam momentum Hari Pahlawan 10 November ini, penulis mengajak kita merenungkan makna kepahlawanan sejati. Bahwa gelar pahlawan nasional harusnya bukan atas dasar narasi sejarah dan freming media yang paradoksional. Namun pahlawan sejati adalah mereka yang meninggalkan jejak nyata dalam pembangunan, perdamaian, dan peradaban. Ketentuan UU Nomor 20 tahun 2009 Pemberian gelar Pahlawan adalah kepada seorang yang telah tiada. Sehingga bagi penulis, melalui Tiga Pilar Utama yang melekat padanya bukan suatu hal yang mustahil dan berlebihan, bukan pula sebuah proposisi dari suatu antitesa dan sintesa namun kebenaran yang telah diagromatikal bahwa kelak, akan hadir seorang Pahlawan Nasional sejati dari pelosok Nusantara pesisir negeri Hibualamo dengan menyandang tiga predikat sekaligus pembangunan, perdamaian, dan peradaban. Wassalam (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *