KolomOpini

Rapat Umum Tetap Damai

×

Rapat Umum Tetap Damai

Sebarkan artikel ini

MULAI Minggu kemarin (24/3), Pemilu 2019 memasuki masa krusial, yakni tahapan masa kampanye rapat umum yang akan berlangsung hingga 13 April.

Disebut krusial karena kampanye rapat umum melibatkan mobilisasi massa dalam jumlah besar sehingga rawan benturan. Kampanye rapat umum itu untuk kepentingan pemenangan calon presiden sekaligus pemenangan partai politik.

Karena itulah, untuk menghindari perjumpaan massa, Komisi Pemilihan Umum sudah membuat jadwal kampanye rapat umum berdasarkan zonasi wilayah.

Tim kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin memulai kampanye di Zona B, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Zona A. Setiap zona wilayah terdiri atas 17 provinsi.

Rapat umum yang juga disebut sebagai kampanye terbuka itu ibarat babak final sebuah pertandingan. Semua kontestan berusaha sekuat tenaga untuk menarik dukungan pemilih yang belum bersikap atau undecided voters.

Kampanye terbuka menjadi penentu kemenangan setelah selisih elektabilitas dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden cenderung tidak beranjak naik. Sejumlah survei menyebut selisih elektabilitas 20% untuk keunggulan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Perebutan dukungan undecided voters menjadi perhatian tim sukses. Mereka pasti paham dengan teori spiral keheningan, orang yang belum menentukan pilihan digiring untuk memilih sesuai keinginan mayoritas.

Undecided voters yang tak ingin mempunyai pilihan berbeda dengan pilihan mayoritas itulah yang akan terpengaruh dalam kampanye terbuka.

Boleh-boleh saja tim sukses, partai pendukung, dan relawan berusaha sekuat tenaga berebut dukungan undecided voters. Akan tetapi, upaya itu tetap mengedepankan etika dan mematuhi ketentuan perundangan sehingga tidak terjadi benturan.

Apalagi, situasi kompetisi selama masa kampanye sejak September tahun lalu telah membuat polarisasi yang memanas dalam masyarakat. Seluruh kontestan hendaknya kembali kepada filosofi kampanye sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.

Karena itu, peserta pemilu harus menjadikan kampanye tebuka sebagai bentuk pendidikan politik sehingga fokusnya pada upaya meyakinkan pemilih dengan visi, misi, dan program yang ditawarkan. Bukan dengan menyebarkan fitnah, hoaks, atau ujaran kebencian.

Sekecil apa pun pelanggaran selama kampanye terbuka harus diikuti dengan penindakan. Hukum pemilu mesti ditegakkan. Jangan sampai kampanye terbuka hanya disesaki praktik politik uang, intimidasi, dan kekerasan.

Esensi utama kampanya yakni memberikan literasi bagi calon pemilih sehingga bisa menentukan pilihan dengan rasional. Bukan kampanye yang sekadar menggunakan sisi emosional pemilih yang dikhawatirkan akan melahirkan fanatisme yang berpotensi konflik dalam pemilu.

Elite politik harus ingat bahwa tujuan dari demokrasi tidak berhenti pada kegiatan elektoral semata, tetapi yang mampu menyelaraskan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Di satu sisi, kebebasan politik rakyat terjamin, di sisi lain rakyatnya hidup sejahtera. Peserta pemilu hendaknya konsisten melaksakan pakta integritas yang mereka teken. Pakta integritas itu berisikan komitmen untuk mewujudkan pemilu damai.

Mereka juga berkomitmen melaksanakan pemilu yang aman, damai, berintegritas, serta pemilu tanpa hoaks, tanpa politisasi SARA, dan tanpa politik uang.

Kampanye yang mendidik akan mendorong terwujudnya pemilu yang kondusif, pemilu yang jujur dan adil serta demokratis, sehingga pemimpin yang dihasilkan mampu berbuat yang terbaik bagi bangsa.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *