Maluku UtaraOpini

Tambang Ancaman Serius bagi Masyarakat dan Lingkungan

×

Tambang Ancaman Serius bagi Masyarakat dan Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Direktur LSM Wamlih Halteng, Mutalib Ibrahim

Oleh: Mutalib Ibrahim

(Direktur WAMLIH Halteng)

Pertambangan yang beroperasi selama beberapa dekade di Kabupaten Halmahera Tengah, dianggap telah gagal memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat lokal, khususnya mereka yang berada di lingkar tambang seperti Kecamatan Pulau Gebe, Weda Tengah, dan Weda Utara.

Alih-alih membawa kesejahteraan, aktivitas pertambangan justru menghadirkan krisis sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ekspansi konsesi tambang yang masif memperburuk kondisi masyarakat dan mengancam kelangsungan hidup mereka.

Konsesi Tambang yang Mengancam di Kecamatan Pulau Gebe. Menurut data Mongabay Indonesia, sejumlah perusahaan tambang memiliki konsesi besar di Kecamatan Pulau Gebe. Konsesi ini dinilai berpotensi besar merusak lingkungan sekaligus menghancurkan sumber penghidupan masyarakat. Rincian luas konsesi perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Mineral Trobos: 315 Hektar
  2. Smart Marsindo: 666,30 Hektar
  3. Karya Wijaya: 500 Hektar
  4. Aneka Niaga Prima: 459,44 Hektar
  5. Bartrta Putra Mulia: 1.850 Hektar
  6. Mineral Jaya Molagina (Blok KAF): 914,50 Hektar
  7. Anugrah Sukses Mining: 503 Hektar
  8. Lopoly Mining CDX: 47,40 Hektar

Analisis dari Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa tutupan hutan di Pulau Gebe menyusut sebanyak 62,61 hektar hanya dalam kurun waktu 2022-2023 akibat aktivitas tambang nikel. Direktur Wahana Mudah Lingkungan Hidup (Wamlih) menegaskan, “Penyusutan ini menjadi ancaman nyata bagi kelestarian ekosistem lokal dan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam.” Penebangan liar, polusi udara, dan rusaknya habitat flora-fauna lokal adalah dampak nyata yang telah dirasakan masyarakat setempat.

Dampak Sosial dan Lingkungan di daratan Halmahera, keberadaan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan perusahaan afiliasinya memperburuk situasi. Mutalib, seorang pemerhati lingkungan setempat, menilai perusahaan-perusahaan ini mengabaikan tanggung jawab lingkungan dan sosial. Sejumlah permasalahan mencolok yang terjadi adalah:

  1. Pengelolaan Sampah yang Buruk

Tidak adanya kejelasan mengenai lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengakibatkan tumpukan sampah tak terkontrol. Sampah-sampah ini mencemari lingkungan, menimbulkan bau tak sedap, serta mengancam kesehatan masyarakat sekitar.

  1. Pencemaran Sungai yang Meresahkan

Dua sungai vital—Sungai Sagea di Kecamatan Weda Utara dan Sungai Kobe di Desa Luku Lamo, Kecamatan Weda Tengah—telah mengalami pencemaran berat. Limbah industri yang dibuang tanpa pengolahan memadai merusak ekosistem perairan dan merampas akses masyarakat terhadap sumber air bersih. “Air sungai yang dulunya digunakan untuk keperluan sehari-hari kini berubah menjadi racun bagi warga setempat,” keluh seorang warga Desa Luku Lamo.

  1. Ancaman terhadap Petani Transmigrasi

Petani di Kecamatan Weda Utara kini hidup dalam ketidakpastian. Lahan pertanian mereka terancam digusur akibat ekspansi tambang. Pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat transmigran, kini hanya tinggal menunggu waktu untuk lenyap.

  1. Kesehatan Masyarakat yang Terabaikan

Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) semakin melonjak di kalangan masyarakat lingkar tambang. Debu tambang yang beterbangan serta polusi udara dari kegiatan pertambangan tak hanya menyerang warga sipil, tetapi juga para pekerja tambang. Minimnya akses layanan kesehatan memperparah kondisi ini.

Seruan untuk Perubahan dan Tanggung Jawab

Situasi ini membutuhkan perhatian serius dan tindakan nyata dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat sipil. Operasional pertambangan harus diawasi secara ketat dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Pemerintah sebagai regulator harus bertindak tegas dalam menegakkan aturan lingkungan tanpa pandang bulu.

Demi menghindari kerusakan yang lebih besar, diperlukan langkah-langkah konkret seperti:

Peninjauan ulang seluruh izin konsesi tambang yang merugikan masyarakat.

Peningkatan transparansi dalam pengelolaan limbah dan reklamasi lahan bekas tambang.

Penyediaan layanan kesehatan dan air bersih yang memadai untuk masyarakat terdampak.

Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan terkait proyek pertambangan.

Menuntut pertanggungjawaban perusahaan yang terbukti mencemari lingkungan.

Krisis pertambangan di Kabupaten Halmahera Tengah bukan sekadar permasalahan lingkungan, tetapi juga tragedi kemanusiaan yang mengancam hak hidup masyarakat. Jika dibiarkan tanpa solusi, kerusakan yang ditimbulkan akan berdampak jangka panjang. Oleh karena itu, kolaborasi nyata dari seluruh pihak sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan, adil, dan bertanggung jawab.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *