HARIANHALMAHERA.COM–Pemerintah menagretkan investasi yang cukup besar yang bisa diserap dengan hadirnya 10 Bali baru termasuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pulau Morotai.
Khusus di Pulau Morotai, pemerintah menargetkan investasi sebesar Rp 30,44 triliun hingga tahun 2025 mendatang. Tidak hanya itu, pemerintah juga mentapkan target serapan tenaga kerja di KEK Morotai sebanyak 30.000.
Penetapan target itu disampaikan Kepala Bappeda Malut Salmin Janidi dalam Rapar Kordinasi (Rakor) Pengembangan Kawasan Khusus Morotai di Hotel Yusmar Sofifi, Selasa (20/9).
“Kita tahu bahwa KEK Morotai ditetapkan melalui PP No. 50 Tahun 2014, dan sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 1 April 2019. Memiliki luas area 1.101,76 hektare,” ucap Salim,
Dibanding 9 baru Bali lainnya, KEK Morotai memiliki keunggulan geostrategis yaitu merupakan pulau terluar di sisi timur laut Indonesia yang dekat dengan negara-negara ASEAN dan Asia Timur.
Pulau Morotai juga memiliki keunggulan wisata bahari dengan keindahan pantai dan bawah laut yang mempesona. Hamparan pasir putih halus, air laut yang jernih serta terumbu karang yang indah merupakan daya tarik wisata KEK Morotai.
Morotai juga dilintasi alur laut Kepulauan Indonesia III, yang juga merupakan jalur migrasi ikan tuna, menjadikan KEK Morotai sebagai pusat industri perikanan, didukung dengan logistik yang akan menjadikan Pulau Morotai dalam hubungan internasional di kawasan timur Indonesia.
“Olehnya, penting untuk kita evaluasi kinerja menyangkut perkembangan kawasan ini. Kepada Bappenas, harapan besar ini kita sandarkan. KEK Morotai dalam perspektif Kebijakan Nasional akan mengkonfirmasi kita, seberapa besar ruang keberpihakan terhadap KEK Morotai diberikan,” ucap Mantan Kepala Biro Hukum Setda Malut ini.
Jababeka selaku pengelola KEK Morotai, menurut Salmin sejauh ini dominasi aktifitas baru terlihat pada zona kegiatan pariwisata, 3 zona lainnya yakni zona pengolahan ekspor, zona logistik dan zona industri belum nampak.
KEK Morotai menurutnya dalam perkembangannya masih menyisakan banyak hal dalam pembangunan kawasan dan bagi Malut secara kewilayahan.
“Kita patut bertanya sejauh mana kehadiran KEK bagi pergerakan maju indikator makro pembangunan, misalnya? Sering menjadi indikator evaluasi. Saat ini, ketika tingkat ekonomi Maluku Utara 2021 tumbuh mencapai 16,40 persen, sharing Kabupaten Pulau Morotai hanya 3,3 persen dan menjadi pemberi kontribusi terendah dibanding kabupaten lainnya di Malut,” ungkapnya.
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka di Malut pada tahun 2021 sebesar 4,71 persen, dan menjadi capaian terbaik dalam 5 tahun terakhir, Meskipun demikian, Pulau Morotai cakupannya masih di atas Malut yakni 6,27persen.
Adapun terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) capaian Morotai (62,90 point) yang berarti masih dibawah rata-rata Maluku Utara (68,76point). “Dan tingkat kemiskinan sudah sedikit lebih baik ditunjukkan Morotai dengan cakupan 6,52 persen, dibawah rata-rata Maluku Utara 6,89 persen,” jelasnya.
Dkatakan, yang menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program pengembangan KEK adalah relevansi program tersebut dalam konteks spesifik di mana mereka berada, serta seberapa efektif program tersebut dirancang, diimplementasikan, dan dikelola secara berkelanjutan.
“Kita dituntut menciptakan iklim usaha yang kondusif. Tentunya diperlukan insentif yang menarik bagi pengusaha, kepastian regulasi dan kelembagaan, serta infrastruktur kawasan dan akses ke kawasan yang baik,’ tukasnya. (lfa/pur)