HARIANHALMAHERA.COM– Ulang tahun Provinsi Maluku Utara (Malut) ke 20 yang jatuh 12 Oktober mendatang, menjadi momentum para tokoh pemekaran provinsi menggelorakan hak istimewa dari pemerintah pusat yakni otonomi khusus (otsus).
Tuntutan ini merupakan kesepakatan yang lahir lewat Pertemuan Para Tokoh/Aktivis
Perjuangan Provinsi Malut. Hasby Yusuf, salah satu inisiator Pertemuan itu menilai setelah
mencermati perjalanan 20 tahun provinsi Malut, dalam dimensi politik dan ekonomi, ada gejala pengabaian dan koptasi pemerintah pusat atas pembangunan Malut yantg ujung-ujungnya hanya untuk eksploitasi sumberdaya alam (SDA) bagi kepentingan para pemangku kepentingan pusat kekuasaan di Jakarta.
“Kami melihat para elit Jakarta bebas mengklaim titik kordinat tambang di negeri ini dan rakyat negeri ini hanya menjadi penonton dari kekuataan drakula politik ekonomi itu beroperasi di negeri ini.”ucapnya.
Disaat para petani kopra dihadapkan dengan anjloknya harga kopra, kondisi ini justru tak
dipedulikan pemerintah pusat. Justru petani ditawarkan kebun kelapa sawit dan investasi
tambang.
Bukan hanya itu, tuntutan Malut untuk menjadi daerah lumbung ikan nasional (LIN) tak pernah digubris. “Apa yang bisa banggakan dari negeri ini jika kita pemilik sumber daya alam diperlakukan seperti peminta-minta oleh elit berkuasa di pusat?” katanya.
Begitu juga infrstruktur seperti jalan belum dirasakan oleh rakyat secara merata. Bahkan ada fakta setiap transfer dana infrastruktur ke Malut adalah hasil permainan pemilik modal dan pemilik kekuasaan. Ini semua adalah praktek persekutuan jahat atas nama pembangunan.
Kondisi seperti ini juga hanya akan memperlebar ketimpangan ekonomi dan menjadikan rakyat sebagai tameng bagi terawatnya kerakusan para pemilik modal dan kuasa.
“Kami juga mencatat Banyak hal yang republik ini absen melihat kita sebagai wilayah
bersejarah dalam integrasi politik kebangsaan. Janji kebangsaan seolah dingkari oleh mereka yang berkuasa di jakarta.” tegasnya.
Karena itu, pemberian otsus adalah sebuah tuntutan yang harus dipenuhi, “Kami serukan hentikan semua kepengecutan ini, kobarkan keberanian kita untuk menuntut jalan kehormatan. Otsus atau Referendum?,” tambahnya.
Menyambut HUT Provinsi ke-20, Rakyat Malut kata dia harus memberikan Opsi Politik baru
kepada pemerintah pusat yakni Otsus atau Referendum. Direncanakan, pada 10 Oktober 2019 nanti, akan diadakan pertemuan besar rakyat, tokoh dan aktivis perjuangan dengan melibatkan pihak kampus dan seluruh kompenen untuk menyusun memoruandum politik otsus untuk dideklarasikan pada 12 Oktober.
“Kami serukan Aksi Bersama Rakyat Maluku Utara mendeklarasi perjuangan Otonomi Khusus Maluku Utara. Kita bersepakat akan terus berjuang sampai keputusan politik jakarta tentang Otsus Maluku Utara.”cetusnya.
Harus ada pergeseran isu untuk menaikan posisi tawar Malut sebagai provinsi. Sebab, selain memiliki potensi SDA, Malut juga berjasa atas masuknya Papua (Irian Barat) ke NKRI dengan Soa-Siu sebagai ibukota Provinsi Papua dengan Sultan Tidore Zainal Abidin Sjah sebagai Gubernur pertama Papua kala itu.
Sayang sejarah dan jasa besar ini kata dia tak dikelola menjadi “political power” dalam
bergaining posisi dengan pemerintah pusat. “Inilah kesadaran kesejarahan yang menjadi titik tolak kami untuk mendeklarasi Pembentukan Dewan otsus Malut sebagai wadah perjuangan rakyat maluku utara untuk mewujudkan cita cita Otsus,” pintanya.
Selain Hasby, hadir dalam pertemuan yang berlangsung di hotel batik diantraranya, Hasyim
Abdul Karim. Hamid Usman, Malik Ibrahim, Sofyan Daud, Abdurahman Lahabato, Asgar Saleh, Rais Marsaoly, Abubakar Abdullah, Tahmid Wahab, Sofyan Abas, Rusli Jalil, Alfarabi Hanaf, Tamrin Husain, Fauji Momole, Muis Jamin, Gazali Abdul Mutalib, Arsyad Sangaji, Musriyono Nabiu, Farid Yahya, Aswad Zaman. Abdu Soleman, Muchlis kamarullah.(lfa/pur).
“Jika Malut butuh “OTSUS”, Seharus melibatkan semua elemen sebagai dewan otsus”
Maluku Utara hari ini di hangatkan dengan wacana tuntutan otonomi khusus (otsus) daerah melalui komentar sultan Tidore sekaligus sebagai DPD RI terpilih periode 2019-2024 yang baru dilantik itu.Melalui komentar itu, mengundang banyak reaksi para pemuda di Maluku Utara untuk berkomentar sebagai bentuk tanggapan akan komentar sultan Tidore.
Anehnya perekrutan dewan otsus tidak melibatkan semua keterwakilan di Maluku Utara yang dinilai terlalu tergesah-gesah. Padahal, seharusnya perekrutan dewan otsus itu harus melibatkan semua tokoh mulai tokoh adat, budaya, tokoh pemuda, tokoh perempuan bahkan tokoh agama dalam membahas otsus di Maluku Utara, sehingga tidak ada keraguan bahwa tuntutan otsus tersebut untuk kepentingan secara kolektif masyarakat.
Menurut Sefnat Tagaku (aktivis GMKI Cabang Tobelo) bahwa menuntut otsus untuk Maluku Utara tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan Konsep tutuntan otsus juga harus jelas sesuai kebutuhan daerah Maluku Utara sehingga tidak terkesan meraba-raba. Karna itu dalam pembentukan dewan otsus butuh keterlibatan semua elemen di Maluku Utara untuk ada dalam setiap pembahasan hal tersebut.
Jika dalam pengkajian sesuai hasil riset Maluku Utara tidak butuh kekhususan untuk adanya otonomi khusus maka tidak perlu kita menuntut otsus kepada pemerintah pusat, mungkin masih ada kebutuhan yang sangat prioritas. Atau justru kita lebih butuh Daerah Otonomi Baru (DOB) sesuai konteks kita hari ini. Karna wilayah Galela-Loloda (Halut) dan Gane Raya serta pulau Obi (Halsel) sudah layak di mekarkan.