HARIANHALMAHERA.COM— Insiden penyerangan di hutan kali Waci Jumat (29/3), pekan lalu, kuat dugaan dilakukan warga suku terasing. Hal ini terlihat dari perlakuan terhadap jasad korban yang selalu dimutilasi.
Penelusuran harian Halmahera, teror warga suku terasing kepada warga Desa Waci, Kabupaten Haltim, pada akhir pekan kemarin, bukanlah peristiwa yang pertama. Kasus yang merenggut tiga nyawa itu adalah keempat kalinya yang terjadi dalam kurun waktu enam tahun terakhir.
(lihat: Tiga Warga Waci Tewas Dibantai OTK di Tengah Hutan)
Mirisnya, dalam tiga kejadian nahas itu, selalu ada korban dari satu keluarga. Tidak hanya itu, lokasinya pun sama (Hutan Kali Waci). Jasad para korban yang tewas pun selalu ditemukan dalam keadaan tak utuh alias dimutilasi.
Seperti yang terjadi pada tahun 2013 silam, tepatnya pada 18 September 2013. Aksi penyerangan dengan anak pahan yang diduga dilakukan warga suku terasing menewaskan Adanan Ruba dan Arbaya. Ahmad Jasad pasangan suami iststri (Pasutri) asal Desa Waci. Jasad kedua korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan (dimutilasi).
Kasus serupa pertama kali muncul pada tahun 1985 yang kala itu menewaskan warga bernama Kasiruta Kantor. Insiden penyerangan ketiga pun kembali muncul tiga tahun kemudian, yakni 2016 dengan korban Safrudin Matoa (40) dan Bony Safrudin (9), tidak lain ayah dan anak.
Penyerangan yang menewaskan ayah dan anak ini terjadi pada sekitar Juli. Polisi kemudian menangkap dua warga suku terasing yang diduga kuat sebagai pelaku penyerangan, yakni Bakum (40) dan Nuhu (39). Mereka diciduk di Trans Kobe, Desa Lelilef, Halmahera Tengah (Halteng) saat berada di rumah salah seorang warga Trans Kobe.
Apa yang menimpa Safruddin dan Adnan, kini terulang kembali. Kali ini adalah Halim Difa dan anaknya Yusuf Halim yang ikut menjadi korban penyerangan di hutan Kali Waci. Meski Halim sendiri selamat, namun tidak dengan sang nak, Yusuf.
Safar Difa kaka dari Yusuf, mengaku pihak keluarga sangat terpukul dengan kejadian itu. Apalagi istri dan kedua anaknya.
“Tapi mau bagaimana lagi semua ini sudah kehendak Allah,” terang Safar di rumah duka.
Dikisahkan, adik dan ayahnya bersama ketiga warga Waci hari itu memang berniat ke hutan untuk mencari pala hutan. Namun, karena pala belum matang, mereka pun mengalihkan rencana untuk berburu rusa.
“Di saat berburu itu sempat mendapat satu ekor dan sudah dibuat dendeng untuk di bawah pulang ke kampung,” katanya menirukan pengakuan sang ayah.
Karena jumlah dendeng banyak, perburuan pun masih tetap berlanjut hingga Jumat (29/3) pagi.
“Sore hari itu (jumat, red) mereka putuskan pulang ke kampung, tapi tiba-tiba diserang,” ungkapnya.
Yusuf sendiri meninggalkan sang istri Hasmi Din dan dua anak laki-laki, yakni Haikal Yusuf (13) yang kini duduk di SMP Kelas VIII dan Hisbut Yusuf (11) yang masih duduk di SD Kelas 4.
“Sebagai kakak saya sangat sedih melihat anak-anak dan isterinya itu, karena almarhum meninggalkan mereka di usia yang masih kecil,” katanya sambil menyeka air matanya.
Sementara sang ayah sendiri masih menjalani perawatan di RSUD Maba, setelah sebelumnya dirawat medis di tempat dia temukan. “Panah menembus paha Papa, sehingga harus ada penanganan lanjut,” kata Safar.
Terpisah, pihak RSUD melalui perawat Asminah Hi Tamrin menuturkan, pihak RSUD Haltim telah melakukan tindakan medis kepada Halim Difa. Pahanya telah rontgen untuk melihat kondisi luka yang di dalam.
“Kita sudah rontgen, tapi belum bisa dibaca hasilnya karena itu hanya bisa dilihat dokter,” akunya.
Dikatakan, luka panah di paha yang dialami Halim itu dipastikan akan di operasi setelah hasil rontgen dibaca oleh dokter.
“Insya Allah akan dioperasi untuk melihat luka itu, karena kuatir jangan sampai infeksi,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Waci Ismunandar Hasan mengakui pembantaian warga di kali Waci sudah berulang kali terjadi, sehingga butuh perhatian serius dari pemerintah dan aparat keamanan.
“Terhitung sudah empat kali pembunuhan terjadi di Kali Waci ini, tapi Pemda belum begitu respon. Padahal sudah ada delapan warga saya yang meninggal,” katanya.
Kejadian di Waci, lanjutnya, sudah harus menjadi perhatian serius di Pemda, agar kedepannya tidak ada korban yang berjatuhan hanya untuk mencari makan dan keberlangsungan hidup.
“Kami minta Pemda harus seriusin ini, karena sudah berulang kali kejadiannya,” pintanya.(rul/pur)