Menuju Ekonomi Biru Maluku Utara
Oleh: Moh Taher Abd Karim,
(Wakil Ketua Badan Koordinasi DOB Patani Gebe Kepulauan)
Laut Halmahera merupakan salah satu laut terluar Indonesia di Provinsi Maluku Utara dan Papua, yang cukup dekat keberadaanya dengan Negara Pulau di sebelah utara, juga Negara Fhilipina di barat laut. Laut
Halmahera merupakan kawasan zona penangkap ikan, termasuk dalam Wilayah Pengelolahan Perikanan(WPP) Republik Indonesia 715, bersama dengan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram dan Teluk Berau yang merupakan salah satu dari sebelas WPP NRI, yang dikelola Indonesia di semua perairan baik pada perairan kepulauan, perairan pedalaman serta laut teritorial, maupun Zona Ekonomi Ekslusif yang lebar maksimalnya mencapai jarak 200 mil laut dari garis pangkal Indonesia.
Berdasarkan letak geografis Indonesia, di Laut Halmahera posisi relatifnya terhadap Negara Palau dan Fhilipina, serta ketentuan UNCLOS akan hak atas zona maritim. Maka Indonesia menjadi negara tetangga bagi kedua negara di sekitar laut Halmahera. Jarak antara Indonesia dan Palau serta Indonesia dan Fhilipina, yang tidak lebih dari dua kali 200 mil laut menyebabkan terjadinya tumpang tindih Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan landas kontinen yang memerlukan penetapan delitimasi batas maritim. Selain itu di dalam kawasan Laut Halmahera, terdapat dua kepulauan pulau terluar milik oleh Negara Palau, yaitu Pulau Karang Tobi dan Pulau Karang Helen. Kedua pulau tersebut merupakan fitur geografis penting, bagi negara Palau dalam menetapkan hak zona maritim, termasuk dalam menetapkan batas maritim dengan Indonesia.
Halmahera dan Penguatan Kedaulatan Hak Berdaulat Maritim Indonesia. Mengingat lokasinya yang berada di kawasan terluar Indonesia, berbatasan laut dengan negara tetangga pada konteks ini Laut Halmahera kedudukanya menjadi sangat penting dan strategis, terhadap kelangsungan kedaulatan serta hak berdaulat Indonesia. Terkait dengan batas maritim, Indonesia telah menetapkan batas ZEE dengan Fhilipina pada tahun 2014.
Namun, belum menetapkan batas landas kontinen dan sampai saat ini, masih dalam perundingan. Dengan negara Palau yang berhadapan dengan pulau Yiew di Kecamatan Patani Utara Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara dan Pulau Fani di Papua Barat, atau yang di kenal dengan kepulauan Asia terdapat potensi tumpang tindih klaim Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Sehingga, perlu dan sangat urgen untuk menetapkan delitimasi batas maritim karena hingga saat ini Indonesia dan Palau belum menuntaskan penetapan batas maritim Indonesia, baik pada ZEE maupun landas kontinen.
Singkatnya belum ada kelanjutan perjanjian batas antara Indonesia dan Palau pada wilayah Laut Halmahera, perundingan terakhir penetapan batas maritim Indonesia-Palau berlangsung di Manila 7 Maret 2023, setelah Indonesia menarik garis batas maritim di Perairan pulau Yiew Patani Utara Halmahera Tengah. Seharusnya Indonesia harus menggunakan penegasan dalam ketentuan hukum laut Internasional UNCLOS sebagai regulasi, yang mengikat serta menggunakan putusan Mahkamah Arbitrasi di Denhag Belanda 2016, yang menyatakan negara Palau tidak berhak mendapatkan 200 mil laut.
Atas keputusan Mahkamah Internasional tersebut, Indonesia mendapatkan tambahan 100 mil laut yang menjorok ke arah perairan negara Palau. Sehingga, perairan Palau mundur dan luas perairanya menjadi 12 mil laut. Pengurangan hak wilayah perairan Palau di sebabkan karena adanya konflik perbatasan maritim antara Fhilipina dan Tiongkok. Dari perspektif dan posisi yang strategis, Laut Halmahera juga memiliki makna yang sangat penting dalam konteks kedaulatan, dan hak berdaulat Indonesia karena Laut Halmahera merupakan lokasi terhadap pulau terluar Indonesia, yang penting maknanya bagi penetapan titik dasar yang membentuk garis pangkal kepulauan.
Garis pangkal kepulauan tersebut sangat penting artinya dalam mengukur batas terluar zona maritim, sesuai dengan ketentuan konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Selanjutnya di sekitar Laut Halmahera, Indonesia bertetangga dengan Fhilipina dan Palau. Penetapan batas antara Indonesia dan kedua negara tersebut, tentunya di pengaruhi oleh keberadaan titik dasar dan garis pangkal Indonesia di kawasan tersebut. Dengan demikian, data dan informasi terkait titik dasar dan garis pangkal di Laut Halmahera menjadi Urgen dan sangat penting.
Bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, telah di akui secara hukum oleh masyarakat dunia telah tertuang dalam UNCLOS 1982. Hal tersebut dimulai dari perjuangan Indonesia, melalui Deklarasi Djuanda tahun 1957 perdana menteri Indonesia yang ke 10, mendeklarasikan bahwa laut Indonesia termasuk laut di sekitarnya, dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi ini menjadi momentum perdebatan panjang, dan akhirnya di akui menjadi salah satu pasal yang di akui oleh PBB dalam UNCLOS.
Sehubungan dengan Garis pangkal telah menjadi dasar dan acuan, guna menentukan wilayah kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara atas wilayah maritimnya. Pada ketentuan UNCLOS terdapat tiga jenis garis pangkal diantaranya Garis pangkal normal, dimana garis pangkal ini bersifat normal mengikuti bentuk pantainya. Kemudian garis pangkal lurus, dalam ketentuan UNCLOS menyebutkan Garis pangkal yang memungkinkan suatu negara pantai menarik garis lurus, yang menghubungkan gugusan pulau (The Fringe Island) di dekat pantai, dan tidak mengikuti lengkukan bentuk pantainya.
Kemudian ada Garis pangkal kepulauan garis pangkal ini, secara detail di atur penarikan garis lurus yang menghubungkan pulau-pulau terluar suatu negara kepulauan, dengan jarak antara titik pangkalnya sejauh 100 mil laut dan bisa mencapai 125 mil laut, dengan aturan tertentu terkait jarak total garis pangkal, yang mengelingi suatu pulau terluar (United Nations,1982). Karena Indonesia di akui sebagai negara kepulauan, maka garis pangkal yang di gunakan adalah Garis pangkal kepulauan, yang menghubungkan titik-titik pangkal pada pulau terluar Indonesia. Garis pangkal kepulauan Indonesia di atur dalam Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2002.
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai garis pangkal yang di gunakan oleh Indonesia, sebagai acuan dalam penentuan zona maritim. PP 38 tahun 2002 kemudian di sempurnakan dengan PP No 37 tahun 2008, yang melengkapi dan merevisi titik dasar dan garis pangka Indonesia. Perlu di ketahui bahwa ekspidisi Jala Citra I Aurora tahun 2021, mengambil lokasi di perairan Halmahera pulau Yiew, khususnya pada area Gosong Aurora. Lokasi ini terletak di antara titik pangkal TD 063 di Pulau Yiew dan titik dasar TD 065 di Pulau Modif, Pulau Budd di Papua Barat. Sesuai UU No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, telah di tetapkan tugas pokok TNI salah satunya adalah mengamankan wilayah perbatasan, berupa segala upaya, pekerjaan, dan kegiatan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa di wilayah perbatasan dengan negara lain dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran.
Pelaksanaan pengamanan wilayah untuk wilayah batas maritim, menjadi tugas pokok TNI AL sebagaimana yang di jabarkan pada pasal 9 yaitu melaksanan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan, menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional, berdasarkan ketentuan hukum laut nasional dan Internasional, melaksanakan tugas diplomasi TNI AL mengenai kebijakan politik luar negeri, serta melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut. Untuk mengungkap potensi Sumber Daya Alam SDA, di perairan Halmahera Maluku Utara atas letaknya yang strategis sebagai titik terluar, dan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.
Sebagai negara kepulauan berhak untuk menetapkan batas maritim meliputi laut teritorial selebar 12 mil laut, zona tambahan selebar 24 mil laut, Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil laut dan landasa kontinen yang lebarnya 200 mil laut. Penetapan di dasarkan pada titik pangkal dan garis pangkal kepulauan, pada Ekspidisi Aurora tahun 2021 di perairan Halmahera dan Papua oleh TNI Angkatan Laut, telah menarik garis batas maritim dengan titik pangkal Pulau Yiew Patani Utara, pada posisi perbatasan yang sangat penting.
Dengan demikian sebagai wilayah perairan yang strategis baik secara geopolitik dan geo-ekonomi, olehnya itu pemerintah perlu meningkatkan peran aktif dan diplomasi, dalam menentukan kelanjutan perundingan batas maritim Indonesia-Palau, yang di harapkan dapat mempertegas batas maritim sesuai ketentuan hukum laut internasional, dan putusan Mahkamah Arbitrase di Denhag Belanda untuk melindungi kepentingan kedaulatan negara, dan hak ekonomi berdaulat Indonesia termasuk melindungi, serta menjaga situs warisan Dunia di Pulau Yiew dan situs lainya, yang telah di setujui dan di akui pada konferensi UNESCO Paris, Perancis tahun 2022.(***)