HARIANHALMAHERA,COM–Pemerintah resmi menerbitkan global bonds sebagai salah satu upaya optimalisasi pembiayaan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa nilai global bonds yang diterbitkan pada Senin malam (6/4) itu mencapai USD 4,3 miliar atau setara dengan Rp.69,4 triliun.
Menurut Ani, dana dari emisi tahap pertama surat utang itu akan digunakan untuk penanganan pemulihan pandemi Covid-19. ‘’Ini merupakan global bond terbesar yang pernah diterbitkan Indonesia. Selain itu, ini menjadi global bond pertama di Asia yang berhasil diterbitkan sejak
terjadi pandemi pada Februari 2020,’’ ujarnya pada video conference (7/4).
Dalam emisi tahap pertama, global bonds Indonesia akan terdiri atas tiga seri. Pertama, senilai USD 1,65 miliar bertenor 10,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2030 dengan yield atau imbal hasil 3,90 persen.
Kedua, senilai USD 1,65 miliar bertenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 17 Oktober 2050 dengan yield atau imbal hasil 4,25 persen. Ketiga, senilai USD 1 miliar bertenor 50 tahun atau jatuh tempo 15 April 2070 dengan yield atau imbal hasil 4,50 persen.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebut, penerbitan surat utang itu dihadapkan dapat menjaga pembiayaan secara aman dan dapat menambah cadangan devisa Bank Indonesia. Selain itu, penerbitan itu sepenuhnya dilakukan secara elektronik tanpa ada
pertemuan fisik serta roadshow tanpa tatap muka.
Ani menambahkan, penerbitan salah satu seri dengan tenor hingga 50 tahun juga bukannya tanpa alasan. Menurut dia, strategi itu diharapkan bisa menjaga preferensi investor global bonds pada tenor yang sangat panjang.
Sekaligus juga untuk menyeimbangkan rata-rata profil jatuh tempo surat utang negara, mengingat demand pasar domestik yang cenderung terpaku pada tenor pendek. ‘’Preferensi investor terhadap tenor jangka panjang cukup kuat. Sehingga kita bisa menekan yield sehingga
cukup baik merefleksikan risiko dan appetite investor,’’ imbuh dia.
Tak hanya itu, penerbitan itu juga disebutnya menciptakan benchmark tenor baru bagi Indonesia. Sekaligus memanfaatkan kurva tenor jangka panjang yang cenderung flat.
Ani mengakui, penerbitan obligasi global belakangan, khususnya Maret, bergerak fluktuatif di banyak negara. Namun, berbeda dengan Indonesia yang relatif lebih baik.
‘’Kita relatif lebih baik dibanding negara yang income per kapitanya lebih bagus seperti Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki. Kita kualitas yield globalnya lebih baik,’’ ungkapnya.
Sejalan dengan hal itu, Ani menyebut, pemerintah juga akan menerbitkan surat utang pandemic bond. Meski belum menjelaskan kapan akan merilis surat utang itu, namun pihaknya berharap tidak terjadi pandemi lanjutan.
Menurut dia, pandemic bond dimasukkan dalam salah satu instrumen ‘below the line’. Artinya, instrumen tersebut adalah resourches yang dicadangkan negara.
Ani menyebut, bisa juga dilakukan dalam skema penerbitan berbentuk penjaminan. Pihaknya kini tengah melakukan finalisasi terkait hal itu. ‘’Pemikiran masalah penggunaan Pandemic Bond ini adalah dalam bentuk PMN, kita masukan dalam neraca BUMN yang mendapatkan PMN. Atau penempatan dana investasi pemerintah, ini bentuknya masih belum kita tetapkan,’’ tuturnya. (jpc/pur)