HARIANHALMAHERA.COM–Pemerintah daerah ternyata belum juga mampu menekan angka perkawinan anak dibawah umur di Maluku Utara (Malut) yang sampai saat ini masih sangat tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Malut mencatat kasus perkawinan anak di Malut kini berada di angka 14,36 persen. Jumlah ini berada diatas rata-rata nasional yaitu 10,80 persen.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Malut Musrifah Alhadar menyebutkan, dari 10 kabupaten/Kota, Halmahera Selatan (Halsel) berada di urutan tertas angka perkawinan anak tertinggi di Malut dengan presentase 20,80 persen. Disusul Halmahera Utara (Halut) 20,60 persen, dan Pulau Taliabu berada di urutan ketiga.
Upaya yang dilakukan Pemprov yakni gencar melakukan sialisasi, diseminasi, dan edukasi tentang pencegahan perkawinan anak. Seperti program Cegah Pernikahan Dini (CERIA) yang dilakukan di enam SMP dan SMA di Ternate.
”Untuk jangka menengah yaitu di tiga kabupaten tadi, dan jangka panjang kami berharap 10 kabupaten bisa kita lakukan sosialisasi dan diseminasi, maupun edukasi terkait dengan pencegahan perkawinan anak,”tandasnya.
Sekprov Malut Samsuddin A. Kadir mengatakan, kegiatan ini dalam rangka memberikan pemahaman tentang pentingnya kesehatan reproduksi bagi remaja, pengenalan terhadap sistem, proses serta fungi alat reproduksinya serta kekerasan seksual dan cara menghindarinya.
Dikatakan, UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yang diubah menjadi UU Nomor 35/2014 menegaskan, anak adalah seseorang yang mulai berumur 0 hingga 18 tahun termasuk anak yang berada di dalam kandungan.
Dan setiap anak, memiliki hak-hak dasar yang melekat pada setiap diri anak yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi.
“Hak-hak tersebut berprinsip pada memberikan yang terbaik bagi anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, nondiskriminasi, dan penghargaan terhadap pandangan anak,”ujarnya.
Artinya, hak-hak tersebut harus dipenuhi bukan semata-mata untuk kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk mewujudkan kepentingan terbaik bagi semua anak, tanpa membeda-bedakan.
Dia mengakui, akhir-akhir ini marak terjadi kekerasan pada anak dan Pelajar yang mengakibatkan terganggunya ketenangan dan kedamaian masyarakat yang berujung pada ketimpangan dan disharmoni sosial.
Akibat tidak hanya menimpa yang ditimbulkan korbannya, tetapi juga mengakibatkan ketakutan pada ketakutan masyarakat. “Para orang tua merasa meninggalkan anak-anak mereka tanpa pengawasan,” katanya
Kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi secara sistemik dalam berbagai tingkatan lingkungan kehidupan manusia, di tingkat mikro dan makro bahkan di tingkat global.
“Maka melalui program ini kami berharap bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya peran keluarga dan masyarakat dalam Pencegahan terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak,”harapnya
Kegiatan ini menghadirkan Kepala BNNP Malut, Ketua Pengadilan Agama Ternate, Unit PPA Polda Malut, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, serta aktivis perempuan. (lfa/pur)