HARIANHALMAHERA.COM–Mengantisipasi berbagai peristiwa bencana alam yang akan terjadi pada tahun depan, Pemkot Ternate mengalokasikan anggaran penanganan bencana yang cukup besar di APBD 2022. Anggaran yang masuk dalam pos Dana Tak Terduga( DTT) itu sebesar Rp 27,5 miliar.
Wakil ketua Komisi I yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) Zainul Rahman mengungkapkan, alokasi DTT itu, mengacu pada petunjuk teknis pedoman penyusunan APBD yang dalam persyaratanya membuka 5-10 persen termasuk belanja.
“Jadi dalam alokasi itu menyebutkan ada petunjuk teknis pedoman penyusunan APBD yang syaratnya 5-10 persen, termasuk belanja yang dialokasikan untuk DTT seperti bencana alam,” katanya.
Dia mengaku bencana alam yang melanda Kota Ternate tentunya juga sesuatu yang tidak bisa direncanakan, ataupun diprediksi. Dimana, alokasi DTT tentunya untuk mengantisipasi bencana yang tiba- tiba terjadi itu agar membantu penyediaan kebutuhan, penanganan, dan penanggulangan bencana.
“Jadi kita tidak tahu besararan anggarannya, sehingga anggaran Bencana masuk dalam komponen belanja Tak Terduga. Kalau misalnya anggaran tersebut masih kurang akan diajukan dalam perubahan APBD Perubahan Tahun 2022. Ploting anggaran tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan,” pungkasnya.
Sementara Ombudsman Perwakilan Maluku Utara (Malut) mengingatkan Pemkot Ternate melakukan penanganan bencana secara berkelanjutan di wilayah-wilayah rawan bencana.
Kepala Ombudsman Perwakilan Malut, Sofyan Ali megatakan, dari sisi penanganan, tentunya BPBD Kota Ternate sudah memiliki SOP yang harus dilakukan jangan sampai ada korban bencana tidak tertangani dengan baik.
“Tentu dalam penanganan korban bencana tidak hanya berkaitan dengan bantuan, tetapi harus membantu dengan kebutuhan yang lain misalnya, dari sisi administrasi kependudukan,” katanya.
Penanganan bencana tidak hanya menjadi tanggungjawab BPBD, tetapi juga harus melibatkan lintas sektor. “Terkait dengan bencana alam ini pemerintah harus melakukan pendataan yang jelas terkait daerah yang rawan bencana baik di daerah pesisir maupun di pegunungan dan pemerintah harus tegas dalam proses pembangunan di daerah rawan bencana,” ujarnya.
“Pemerintah kota harus melakukan penanganan berkelanjutan bencana alam agar efeknya tidak menyulitkan masyarakat dan pemerintah itu sendiri,”sambungnya.
Sofyan mencontohkan, kasus di Kota Baru, apakah lokasi itu diperuntukkan pada masyarakat untuk melakukan usaha. Jika tidak, maka pemkot harus tegas melarangnya karena rawan dengan bencana. (par/pur)