Oleh: July Randales Manik Shut, Defrit Luma AMd
Alumni dan Mahasiswa Kehutanan UNIERA
BURUNG kuntul adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ardeidae. burung ini berkaki panjang, dan tersebar di seluruh dunia. Dalam bahasa Melayu, burung dari keluarga Ardeidae dan Ciconiidae disebut Bangau, sedangkan di Indonesia istilah Bangau digunakan untuk burung Ciconiidae.
Masyarakat lokal pada umunya menyebut semua jenis ini dengan istilah burung Sueko atau Suengko. Sueko atau Suengko yang berarti kaki panjang. Nah, Dengan melihat bentuk kaki burung yang panjang dan kurus sehingga masyarakat menyebut burung Sueko atau Suengko.
Di Tobelo sendiri setidaknya ada 3 (tiga) jenis kuntul yang sering dijumpai yaitu Kuntul Perak (Egretta intermedia) ukuran badan 69 cm, Kuntul besar (Egretta alba) ukuran bisa mencapai 95 cm dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) ukuran badan 55-65 cm.
Sebagai salah satu anggota burung air, siklus hidup burung ini sangat bergantung pada lahan basah. Hutan mangrove, pinggiran sungai, pasir pantai, rawa dan sawah jadi tempat favorit untuk mencari makan, beristirahat hingga berkembang biak.
Burung ini merupakan burung pemakan ikan, katak, udang dan hewan vertebrata kecil lainya. Burung keluarga Ardeidae ini termasuk keluarga pemangsa dalam rantai makanan, sehingga keberadaannya sangat penting sebagai salah satu komponen keseimbangan lingkungan.
Apabila tidak ada pohon mangrove ini, mungkin burung ini akan pindah ke daerah lain untuk mencari tempat hidup yang lebih aman. Dengan adanya hutan mangrove burung ini bisa menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.
Untuk melihat burung kuntul ini secara langsung dengan sangat mudah contohnya, di Tanjung Pilawang yaitu Salah satu tempat wisata yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat dan di sekitar pantai terdapat hutan mangrove yang cukup luas dan juga terdapat daerah berawa, sehingga memungkinkan areal ini sebagai habitat untuk beraktifitas termasuk mencari makan.
Hanya saja sangat disayangkan kebersihan lingkungan pada areal ini belum terjaga dengan baik, dikarenakan masih banyak masyarakat yang membuang sampah dengan sembarangan sehingga cukup banyak sampah yang berserakan di pinggiran pantai.
Membuang sampah dengan sembarangan mengakibatkan menumpuknya sampah dengan jumlah yang sangat besar. Akibat dari masalah ini secara cepat atau lambat pasti berdampak terhadap lingkungan misalnya, sampah plastik berdampak terhadap ekositem laut, penurunan pengunjung pariwisata pantai.
Selain dari itu mungkin akan menjadi masalah serius bagi kesehatan kita manusia dan juga hewan-hewan lainnya seperti burung-burung laut. Penuis merasa bahwa ini bukan masalah sepele sehingga sangat perlu untuk diperhatikan dalam menjaga lingkungan yang bersih dan bebas sampah, juga perlu ada kesadaran dari diri kita pribadi untuk melakukan hal-hal kecil misalnya, membuang sampah pada tempatnya.
Kemudian bukan hanya masalah membuang sampah saja, juga perlu menjaga ekosistem hutan yang berada di pesisir pantai. Hutan mangrove memiliki banyak fungsi baik itu secara ekologis maupun ekonomis. Selain dari habitat atau tempat hidup bagi biota darat maupun biota laut untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak, hutan mangrove juga berfungsi untuk mencegah pengikisan permukaan pantai yang digerus oleh air laut melalui hempasan ombak yang disebut abrasi.
Saran penulis, kita semua harus menjaga lingkungan yang dimulai hal-hal sederhana contohnya membuang sampah pada tempat yang telah disediakan dan tidak menebang atau memotong pohon mangrove dengan sembarangan.
Ini merupakan salah satu cara menjaga lingkungan yang cukup sederhana dan sangat berguna bagi kelestarian alam. Seperti kita ketahui bahwa hutan mangrove merupakan rumah bagi banyak mahkluk hidup dalam hal ini burung Sueko yaitu jadi kita harus menjaganya.
“Kamu dan Hutan mangrove itu sama. Jika hutan mangrove pelindung kawasan pesisir pantai, maka kamu adalah pelindung diriku (mangrove)”.(*)