EkonomiKolomMaluku Utara

Malut, Miskin dalam Bahagia

×

Malut, Miskin dalam Bahagia

Sebarkan artikel ini
Mukhtar Adam

Oleh : Dr Mukhtar Adam

(Ekonom Unkhair Ternate)

MENDENGAR Pidato Presiden terasa miris, dan hanya berucap: Sungguh Bapak Presiden yang terhormat, sebagai rakyat Maluku Utara, kami tak pernah bangga sedikit pun atas pertumbuhan yang tinggi, kami tak merasa tersanjung, dengan apapun pujian yang diberikan oleh pihak lain atas Maluku Utara. Karena sejak 1 Januari 2020, saat dunia mengalami bencana Covid-19, kami sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi Maluku Utara akan tumbuh gila-gilaan sekalipun dunia lagi dirundung duka, oleh karena pemberlakuan ekspor yang ditetapkan Presiden dengan ori 0,5, telah memaksa industri pertambangan menancapkan produksinya di Halmahera.

Sejak itulah terlihat keberpihakan pemerintah pusat terhadap industri pertambangan. Berbagai fasilitas diberikan negara kepada industri pertambangan, baik dari sisi kebijakan, fasilitas, maupun kemudahan yang luar biasa. Sehingga Desa Sagea yang terpencil disulap sejenak menjadi kota yang megah. Semua instansi negara ada di dalam kawasan yang dibangun, tak kalah gemerlap dentuman mesin di Pulau Obi, seirama dengan deru mesin di Maba Halmahera Timur.

Semua itu seolah berlomba kecepatan untuk produksi, impor masuk sangat tinggi, indikator-indikator ekonomi mulai berubah, struktur ekonomi yang disangga oleh sektor pertanian, sebagai basis pekerjaan mayoritas masyarakat Maluku Utara, mulai secara perlahan tersingkir. Ekspektasi yang relatif tinggi dengan masuknya investasi akan mendorong sektor lain turut bertumbuh, ternyata tidak; dorongannya sangat rendah, jika tidak dibilang nyaris tak terdengar.

Pelaku usaha kecil dan menengah diharapkan mengambil peran dalam gerak ekonomi tambang, ternyata kalah pamor dengan para pengusaha nasional dan pejabat nasional yang datang membawa pelaku usaha, saling campur dalam gerak industri, mungkin karena kecil dan mikro tak bisa menikmati pergerakan IWIP yang menglobal.

Menjaga Tambang

Pidato Presiden seakan memberi pesan kepada rakyat Maluku Utara untuk menjaga sektor tambang, oleh karena pertumbuhan yang tinggi sedunia itu disumbangkan oleh sektor pertambangan yang mencapai 33.33%. Hasil penggalian sektor tambang yang selanjutnya diproses dalam mesin produksi turut berkontribusi dengan pertumbuhan mencapai 112.50%. Pertumbuhan yang spektakuler itu dapat dipahami dengan sais ekonomi yang kecil

Maluku Utara penyumbang ekonomi yang kecil bagi Produk Domestik Bruto (PDB), namun di tengah kekecilan itu, Pak Presiden, kami menjaga industri tambang bagai menjaga anak emas. Walau mereka tidak membayar pajak daerah, kami dengan legawa tak memaksakan; walau produk lokal kami tidak dibeli, kami cukup ikhlas untuk tidak melawan; walau tenaga kerja kami hanya buruh, dengan lapisan pekerjaan yang rendah, kami sudah bersyukur.

Kesyukuran kami inilah yang terlihat dalam Indeks Bahagia yang kami kirimkan, sebagai cara kami mensyukuri apa yang diberikan.

Andaikan Bapak Presiden bisa melihat sektor konsumsi rumah tangga kami mengalami minus 0,48, pengeluaran masyarakat mengalami pelemahan sebagai dampak dari anjloknya harga kopra dari Kuartal I – 2022 sebesar 12.500 per kilogram turun menjadi 3.000/kilogram pada Kuartal III, dan yang menyedihkan ketika Presiden datang ke Jailolo, pernyataan yang menyedihkan soal Kopra seakan Presiden menyerahkan problemnya ke pasar global.

Hal yang berbeda dengan kasus sawit yang anjlok, Presiden mengarahkan banyak kebijakan untuk melindungi petani sawit, berbeda dengan kami yang petani kopra. Anjloknya kopra dan daya beli menjadi alasan rendahnya permintaan di pasar, yang Pak Presiden menemukan inflasi hanya sebesar 3% ditengah kenaikan harga BBM. Faktor yang mempengaruhi adalah daya beli kami menurun.

Anjloknya harga kopra membuat persiapan perayaan Natal dan Tahun Baru terasa sepi. Kenaikan harga BBM dan anjloknya harga kopra membuat kami hanya bisa pasrah pada keadaan. Sungguh Pak Presiden, kami tak pernah bangga dengan pujian pertumbuhan ekonomi, oleh karena di pusat-pusat industri tambang justru kami mengalami kemiskinan; harga barang kami naik, Tol Laut yang diharapkan menjadi motor stabilisasi harga tak bisa mengatasi pulau-pulau kecil yang kami huni.

Barang-barang konsumsi kami berharap dari Jawa Timur, Makassar, dan Manado, kami tak cukup kuat untuk berkompetisi di produk horti dan barang konsumsi utama. Irigasi kami terbatas; kalaupun ada irigasi hanya ada di lokasi transmigrasi. Dampak dari pelemahan ini, pertumbuhan ekonomi kami telah mengalir ke Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara untuk barang-barang konsumsi.

Ayam dan telur kami hanya berharap dari Jawa Timur dan Makassar, ikan yang kami miliki, laut yang luas, tapi inflasi kami dari ikan tongkol, harga barang konsumsi menjadi mahal. Maluku Utara ditetapkan sebagai Kota Termahal ketiga, tapi kami tak merasakan arti dari kebijakan kemahalan harga seperti daerah lain yang mendapatkan tunjangan kemahalan.

Pak Presiden, kami menjaga industri tambang dengan sangat baik. Buktinya Gubernur menaikkan Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi dengan kenaikan sebesar 4%, hanya untuk sektor usaha lain termasuk usaha di bidang UMKM, tapi untuk industri tambang, kami tidak menaikkan UMR bagi pekerja yang bekerja di sektor tambang. Itulah cara kami menjaga industri tambang agar tetap eksis di pasar global walau kami harus miskin dalam bahagia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *