Oleh: Herlambang Wiratraman
Direktur Human Right Law Studies Universitas Airlangga
HARI ini kita semua menyaksikan bahwa ternyata proses pelemahan KPK semakin jelas dan kentara. Usulan DPR terkait dengan revisi UU KPK menambah kuat proses pelemahan itu. Saya melihat ada beberapa hal yang sangat mendasar dan perlu direspons.
Pertama, masalah kewenangan penyadapan. Begitu pula kewenangan penuntutan yang semakin direcoki dengan pengawasan yang begitu berlebihan. KPK sejatinya sudah menampilkan kerja-kerja yang sesuai dengan hukum. Namun, jika memang tidak sesuai dengan hukum, kerja KPK seharusnya dievaluasi.
Kedua, apa yang dikerjakan KPK hari ini menunjukkan bahwa kerja progresif mereka sudah terlihat. Sebab, KPK cukup mandiri. Jadi, pengawasan KPK itu cukup dilakukan oleh DPR. Tidak perlu lagi pengawas yang dihadirkan untuk mengontrol kerja KPK.
Pengawas, menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), adalah DPR. Jadi, saya rasa revisi UU KPK itu berindikasi melemahkan KPK. Pelemahan tersebut sudah terlihat dari upaya mendesakkan adanya dewan pengawas di KPK.
Berdasar kajian Fakultas Hukum Unair, KPK adalah lembaga yang secara institusi bertugas sebagai watchdog. Jika anggota DPR menyatakan bahwa di Polri ada komisi kepolisian dan di kejaksaan ada komisi kejaksaan, kenapa di KPK tidak? Anggapan itu, saya kira, sangat keliru. Tidak mungkin watchdog intitution diawasi watchdog. Itu saya rasa berlebihan dan tidak masuk akal. Dari sudut pandang ketatanegaraan pun keliru. Pengawasan tersebut cukup dilakukan DPR saja.
Sebab, DPR bisa memanggil kejaksaan dan mengawasi KPK. Jika DPR menemukan kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK keliru, misalnya, mereka bisa menyatakan adanya permasalahan terkait dengan kewenangan tersebut.
Menurut saya, penyadapan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk merevisi UU KPK. Sebab, hal tersebut jelas akan melemahkan posisi KPK yang selama ini punya kemandirian dalam penyadapan.
Fakultas Hukum Unair juga bekerja sama dengan KPK. Dari situlah kami mengetahui standar untuk melakukan penyadapan tidak semudah yang dibayangkan orang. Jadi, penyadapan harus melalui proses-proses yang dinamakan evaluasi di internal mereka.
Revisi UU KPK yang di dalamnya mendesakkan adanya dewan pengawas akan menghambat kinerja KPK. Sebab, setiap kerja KPK harus dikoordinasikan atau atas sepengetahuan dewan pengawas. Hal itu juga membuat KPK susah melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Mengenai kewenangan penuntutan yang harus berkoordinasi dengan jaksa agung, hal itu juga akan menjadi masalah. Padahal, selama ini secara kelembagaan, KPK sudah mengerjakan penegakan hukum secara optimum.
Tidak dimungkiri, memang ada beberapa catatan KPK yang saya kira masih sangat wajar dalam sebuah kelembagaan. Namun, langkah atau upaya memperkuat lembaga KPK masih sangat dibutuhkan.
Inisiatif DPR merevisi UU KPK tentu membuat seluruh kalangan ikut bergerak. Menyuarakan pendapat mereka. Tidak terkecuali akademisi. Banyak aksi yang merupakan inisatif kampus-kampus di Indonesia. Dari total 32 kampus, sudah ada 1.700 akademisi yang ikut berkumpul menyuarakan dukungan untuk KPK. Termasuk Universitas Airlangga.(*)
Sumber: https://www.jawapos.com/opini/11/09/2019/tidak-masuk-akal-watchdog-diawasi-watchdog/