EditorialKolom

Tol Laut

×

Tol Laut

Sebarkan artikel ini

TOL laut. Termasuk program baru pemerintah. Baru dimulai zaman Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di-launching setahun setelah terpilih dalam Pilpres 2014.

Disambut positif. Karena Sangat bagus, bahkan sangat briliant. Di atas kertas, menjadi solusi yang belum mampu dijawab pemerintahan sebelum-sebelumnya. Menekan disparitas harga antara wilayah timur dan barat.

Data sementara sudah enam pelabuhan di Maluku Utara (Malut) masuk dalam rute pelayaran tol laut. Dua diantaranya berada di Kabupaten Halmahera Utara (Halut), yakni Pelabuhan Tobelo dan Pelabuhan Galela.

Kedua pelabuhan ini diresmikan presiden sendiri, pada 6 April 2017. Artinya, 6 April 2019 nanti, program pemerintah yang brilliant itu sudah genap dua tahun.

Pertanyaannya, apakah program tersebut dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat di Halut? Terasa atau tidak? Yang pertama atau yang kedua?

Pernyataan Kabid Perdagangan, Disperindag Halut, yang dikutip Harian Halmahera dan menurunkannya menjadi berita, terkait tol laut, bisa menjadi rujukan pertama. Katanya, harga bahan pokok kini sedang melambung. Penyebabnya adalah tidak beroperasinya kapal tol laut.

Benarkah demikian? Tentu ini harus dijawab melalui sebuah survey atau penelitian. Sudahkah warga kampus di Halut menelitinya? Semoga saja. Dan alangkah bagusnya dipresentasikan ke publik.

Sekilas, pernyataan pemerintah tersebut dirasakan belum kuat. Berapa besar value ekspor impor; berapa banyak pengusaha/pedagang yang memanfaatkan tol laut; barang apa saja dan dari mana. Harus dirinci datanya.

Kedua, para pengusaha/pedagang yang awalnya menyambut baik program tol laut, justru mengeluh. Ini akibat panjangnya rute. Paling cepat dua minggu. Padahal kualitas barang, khusus sembako, tidak bisa menunggu lama.

Kata salah seorang pedagang. Tol laut tidak dimanfaatkan. Meski biayanya murah karena disubsidi. Tetapi pedagang merugi. Akibat penyusutan nilai barang akibat waktu.

Mereka kembali menggunakan pola lama. Yang biasa dipakai. Darat kemudian laut. Paling jauh Makassar. Kemudian, Gorontalo dan Manado. Tidak langsung. Mampir dulu di Ternate.

Ada usulan. Mereka (pedagang) ingin pola subsidinya diubah. Bukan mode transportasinya yang disubsidi. Tetapi langsung ke jenis barang. Sehingga, ada pilihan. Jika tol laut bermasalah seperti sekarang. Ada pilihan lain. Sehingga harga barang tetap stabil. Semoga.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *