HalutPeristiwa

Sempat Jadi Kernet Angkot hingga Buruh Kasar Saat Kuliah

×

Sempat Jadi Kernet Angkot hingga Buruh Kasar Saat Kuliah

Sebarkan artikel ini
Fredy Tjandua di moment upacara hari ulang tahun Satpol PP beberapa waktu lalu

HARIANHALMAHERA.COM – Roda karir Fredy Tjandua sebagai seorang aparatur sipil negara (ASN) terbilang berputar cukup cepat. Dalam kurun waktu 14 tahun sejak bertugas di Halmahera Utara (Halut) pada tahun 2003 silam, ayah dua anak ini sudah menduduki jabatan Sekda Halut, karir tertinggi bagi seorang ASN.

Namun, dibalik kesuksesan itu, tidak banyak yang tahu seperti apa kehidupan sosok kelahiran Payahe, Kecamatan Oba, Tidore Kepulauan 16 Mei 1969 ini.

Fredy lahir dari keluarga sederhana. Sang ayah Manery Tjandua adalah sosok yang mengabdikan diri sebagai guru di salah satu sekolah di Tidore Kepulauan (Tikep). Sedangkan sang ibu Nelci, dibilang hanyalah seorang ibu rumah tangga.

Meski penghasilan sebagai guru kala itu sangatlah pas-pasan, namun tekad Manery untuk menyekolahkan anak-anaknya, termasuk Fredy tak pernah surut. Buktinya di tengah keterbatasan itu, Fredy mampu menyelesaikan pendidikan hingga S1.

Perjuangan paling pahit dirasakan Frerdy saat melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di Universitas Pattimura (Unpati) Ambon. Fredy harus mencari kerja sampingan untuk membiayai studinya, sekaligus menyambung hidup dengan menjadi buruh kasar di pasar hingga kernet angkot.

Hal itu terpaksa dia lakukan karena tak mau membebani orang tua yang hanya bergaji pas-pasan. Apalagi, adik-adiknya yang lain juga butuh biaya untuk sekolah. “Selama di Ambon, kiriman uang dari orang tua saya terima tiga bulan sekali,” kenang Fredy saat dilantik sebagai Sekda Halut pada 2017 silam sebagaimana yang dilansir Malut Post (grup INN)

Karena tak punya pengalaman kerja, Frerdy pun menjadi buruh kasar sekaligus kernet angkot. Dua profesi itu dijalaninya setiap hari di waktu yang berbeda jika tak ada jam kuliah atau di waktu libur.

Pada pagi hari, Fredy buruh kasar di Pasar. Lalu sore hari, dia menjadi kernet angkot. Pekerjaan sampingan itu ia jalani hingga lulus S1 pada tahun 1994.

Lulus dari Unpati, Fredy memutuskan kembali ke kampung halaman. Dia kemudian diterima menjadi ASN dan mengawali karinya sebagai pegawai BKKB Halteng pada tahun 1995 hingga 1996. Pada tahun 1997, Fredy ditugaskan ke Sulawesi Utara sebagai Kepala UPT di Bitung Selatan.

Enam tahun di sana, Fredy pun memutuskan pulang kampung namun tidak menlanjutkan karir di Halteng, melainkan di Halut. Jabatan pertama yang didudukinya sejak bertugas di Halut, yakni menjadi kasubag Indak pada Bagian Ekonomi Setda Halut hingga tahun 2006. Setelah itu karirnya pun terus meroket. Berbagai jabatan pun diemban mulai Kepala Bappeda Halut, kemudian Kepala DPKAD, hingga menjadi Sekda Halut.

Keputusan Bupati Frans Manery mengangkat Fredy sebagai Sekda memang diluar dugaan. Pasalnya, sosok yang digadang-gadang menduduki menduduki kursi orang nomor tiga di Halut itu bukanlah Fredy, melainkan Abubakar Abdullah yang kini menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan) Provinsi Malut.

Namun, keputusan Aka-sapaan akrab Abubakar-yang memutuskan menolak pinangan Bupati Frans, memuluskan jalan Fredy yang kala itu menjabat Kepala DPKAD menjadi Sekda.

Siang tadi, sosok pekerja keras dan tak pernah menyerah itu telah berpulang menghadap Sang Pencipta. Fredy menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 14.00 WITA atau pukul 15.00 WIT setelah menjalani perawatan di RSUD Prof dr RD Kandow, Malalayang, Manado, Sulawesi Utara (Sulut).(inn/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *