Oleh: Novet Charles Akollo
Mahasiswa Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
KASUS Aisha yang sempat viral dalam media sosial terkait Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Gresik, menambah daftar panjang hoaks di Indonesia. Hanya melihat beberapa kata, kemudian menuding, akhirnya memicu polemik yang bisa mengganggu hubungan antar umat beragama.
Ini artinya, masih banyak masyarakat Indonesia yang hanya sekadar melihat dari luar saja, namun langsung menyimpulkan. Seperti Aisyah itu. Oleh karena itu mari kita kembali pada kasus Markus yang tampak sepele namun sejujurnya menjadi ancaman bagi pluralisme di tanah air. Tuduhan dan kesimpulan yang keliru dari Aisah adalah sebuah kesalahan besar.
Budiman Sujadmitko (2010), Indonesia yang merdeka bukanlah suatu negara yang berdiri di atas suatu golongan, agama, atau suku tertentu saja. Gagasan tentang kebangsaan ini telah dibakukan dalam dasar negara kita, Pancasila. Bangunan argument tersebut berlandaskan pada modal dasar pengalaman sejarah pergerakan nasional untuk mempertahankan dan membela keutuhan bangsa.
Buya Syafii juga menambahkan bahwa pluralisme etnis, agama, bahasa lokal dan latar belakang sejarah seharusnya kita jadikan sebagai mozaik kultural yang sangat kaya, demi terciptanya taman sari Indonesia yang memberi keamanan dan kenyamanan bagi siapa saja yang menghirup udara di Nusantara.
Dua pendapat dari tokoh nasional di atas dapat kita jadikan landasan berpikir untuk menjaga kerukunan umat beragama supaya kasus Markus tidak terulang kembali. Masyarakat di era modern harus cerdas dalam melihat sesuatu, agar tidak mudah menyebarluaskan berita bohong dan ujaran kebencian.
Setiap informasi yang kita peroleh harus melalui proses penyaringan terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya. Sebab hancur atau tidaknya bangsa Indonesia kedepan berada di tangan masyarakat. Oleh karena itu mari bergandengan tangan membangun negeri tercinta. Jangan ada lagi sekat cuma karena perbedaan agama atau pun pilihan politik.
Harapan-harapan tersebut akan terwujud bilamana ada ruang dialog antar umat beragama secara rutin yang difasilitasi oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun komunitas masyarakat lain. Komunikasi seperti ini penting demi mencairkan suasana dan mengenal satu sama lain.
Perbedaan bukan sebuah alasan untuk kita bermusuhan dan saling membenci. Karena agama apapun mengajarkan tentang kebaikan, cinta-kasih, perdamaian dan menghargai kemanusian. Bung Karno pernah mengatakan, bahwa nasionalisme dan identitas kebangsaan justru akan makin kuat dan kokoh, manakalah kita berhasil mengukuhkan persatuan dalam perbedaan, demokrasi dan rasa solidaritas kebangsaan.(*)