Oleh: Bagong Suyanto
Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga
ANCAMAN krisis kesehatan akibat pandemi virus korona kini telah berkembang menjadi ancaman krisis ekonomi global. Dana Moneter Internasional atau Internatio nal Monetary Fund (IMF) menyatakan kondisi perekonomian dan keuangan global saat ini tengah mengalami krisis akibat pandemi covid-19.
Meskipun otoritas di hampir seluruh negara mengeluarkan stimulus fi skal dan bank-bank sentral melakukan penurunan suku bunga dan injeksi likuiditas dalam jumlah besar, tetap saja resesi ekonomi dunia tidak dapat dihindari. Hingga saat ini, sekitar 200 negara dilaporkan tengah mengalami kelumpuhan eko no mi akibat efek domino co vid-19.
Meski berbagai negara telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan dukungan fiskal untuk mempertahankan konsumsi rumah tangga, tekanan dan dampak meluasnya covid-19 yang terlalu kuat menyebabkan stagnasi perekonomian te tap saja tak terelakkan.
Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi dan keuangan global yang kini melanda dunia cepat atau lambat tentu akan berdampak pada kondisi perekonomian Indonesia. Menurut catatan Bank Indonesia, merebaknya pandemi co vid-19 telah mendorong ke luarnya investasi portfolio (capital outfl ows) dari Indonesia dalam jumlah besar dan memberi tekanan pelemahan nilai tukar rupiah.
Aliran investasi portofolio total yang masuk sebesar Rp22,9 triliun dalam periode 1-19 Januari 2020 kemudian ke luar dalam jumlah yang besar sejak merebaknya pandemi covid-19, yaitu Rp171,6 triliun secara neto dalam periode 20 Januari sd 1 April 2020. Sebagian besar capital outfl ows dari SBN, yaitu sebesar Rp157,4 triliun, dan dari saham sebesar Rp13,3 triliun.
Bagi masyarakat Indonesia, krisis ekonomi yang dipicu pe nyebaran wabah covid-19 ibaratnya palu gada yang meng hancurkan semua lini kehidupan dan aktivitas perekonomian. Kebijakan pemerintah yang memutuskan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta, dan sejumlah daerah lain, diakui atau tidak, telah berdampak kontraproduktif terhadap dinamika aktivitas ekonomi dan keuangan.
Secara garis besar, dampak yang ditimbulkan akibat meluasnya wabah covid-19 ialah, pertama, sektor yang pertama kali terpukul oleh krisis global tersebut umumnya ialah sektor produksi yang ujung-ujungnya nanti akan memengaruhi daya beli masyarakat.
Memang, pada awalnya yang terdampak pertama dan paling menderita akibat wabah covid-19 ialah sektor pariwisata, seperti travel, hotel, restoran, penerbangan, dan UMKM terkait.
Selain itu, perdagangan ekspor dan impor karena terputusnya mata rantai perdagangan internasional. Namun, dalam perkembangannya kemudian, dalam tempo yang cepat berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan juga ter dampak. Produksi dan investasi terganggu, UMKM dan sektor informal menurun, pe ngangguran meningkat, dan pendapatan masyarakat menurun, khususnya golongan masyarakat berpenghasilan rendah alias miskin.
Kedua, meluasnya wabah virus korona baik langsung maupun tidak juga akan memengaruhi kondisi arus kas dan kinerja keuangan sebagian be sar pelaku ekonomi. Baik yang berskala kecil, menengah, maupun yang berskala besar.
Terutama yang memiliki ekspour valuta asing. Penurunan aktivitas produksi, terutama di sektor riil, tentu akan mendorong peningkatan risiko kredit perbankan yang terindikasi dari peningkatan NPL (non-performing loan). Beban berbagai perusahaan yang memiliki tanggungan utang ke lembaga perbank an amat mungkin akan ter sendat sehingga risiko terjadinya kredit macet niscaya akan besar.
Di kalangan masyarakat menengah ke bawah, kewajiban cicilan pinjaman sepeda motor dan sebagainya memang telah berusaha dijamin pemerintah agar dapat ditunda sekitar satu tahun hingga imbas krisis mereda. Bagi masyarakat miskin, kebijakan pemerintah seperti ini tentu akan membuat daya tahan mereka lebih panjang. Namun, bagi lembaga perbankan dan lembaga nonbank, meningkatnya kre dit macet seperti itu tentu akan berdampak merugikan jika tidak segera dilakukan intervensi.
Sebagai bank sentral di Tanah Air, Bank Indonesia (BI) sebetulnya telah melakukan injeksi likuiditas ke perbankan dalam jumlah besar, yakni hampir Rp300 triliun sejak awal 2020. Injeksi likuiditas itu dilakukan BI melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan dengan mekanisme term-repurchase agreement (repo), serta penurunan GWM.
Stimulus fiskal pemerintah dalam bentuk program-program sosial, insentif industri, dan pemulihan ekonomi diharapkan akan dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, produksi, dan investasi dunia usaha baik UMKM dan korporasi. Dengan demikian, pa ra pelaku ekonomi diharapkan dapat memanfaatkan injeksi likuiditas yang telah di lakukan BI.
Fondasi
Untuk mencegah agar imbas krisis ekonomi global tidak sampai mematikan daya tahan masyarakat, salah satu fokus perhatian pemerintah saat ini ialah bagaimana menjaga daya beli masyarakat tidak sampai mati. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga masyarakat miskin agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar yang mungkin tidak dapat terpenuhi karena pengurangan waktu kerja dan kemungkinan PHK.
Selain itu, pemerintah ber ko mitmen untuk mengurangi tekanan cash fl ow berbagai perusahaan agar mereka tetap berproduksi tanpa harus melakukan PHK kepada para pekerja.
Berbeda dengan krisis yang terjadi sebelumnya, yakni pihak yang paling banyak terkena dampaknya ialah masyarakat miskin, krisis ekonomi yang ditimbulkan virus korona ini tidak mengenal kelas. Wabah meluasnya covid-19 ini, seperti dikatakan Evans & Over (2020) telah menyerang seluruh sendi kehidupan dan pelaku ekonomi dari kelas mana pun.
Efek berantai yang ditimbulkan wabah covid-19 benar-benar meluluhlantakkan semua sendi kehidupan dan lini aktivitas produksi. Mencegah agar imbas wabah covid-19 ini tidak makin berkepanjangan, yang dibutuhkan sesungguhnya bukan sekadar kebijakan populis yang hanya menjadi pemadam kebakaran sesaat.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, selain membutuhkan program yang memfasilitasi penyediaan modal sosial dan membangun kemandirian masyarakat, yang tak kalah penting ialah bagaimana memperkuat fondasi struktur ekonomi masyarakat yang berbasis pada pengembangan potensi dan sumber da ya yang berkelanjutan.
Pandemi covid-19 ialah sebuah momen sekaligus pelajaran berharga bahwa kunci un tuk bertahan dari terpaan krisis ialah pada fondasi sosial-ekonomi yang kukuh. Tidaklah mungkin mengatasi dampak covid-19 dan bisa dengan cepat bangkit dari krisis ekonomi yang terjadi jika dilakukan secara instan.(*)
(Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/304370-mengantisipasi-darurat-krisis-ekonomi-indonesia)