Oleh David Sumual
Ekonom BCA
BERDASAR laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah rekening di bank umum per September 2019 mencapai 295 juta. Itu naik 0,7 persen dari posisi Agustus. Sementara itu, total nominal simpanan naik 1,46 persen secara bulanan menjadi Rp 5.898 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, total nominal simpanan itu tumbuh 7,43 persen.
Sampai saat ini, saya belum bisa menyimpulkan adanya tren konsumsi masyarakat yang tertahan. Harus dilihat dulu 2–3 bulan ke depan. Rekening maupun jumlah simpanan di bank, baik yang berjumlah Rp 2 miliar maupun di bawah itu, sama-sama meningkat. Data LPS memaparkan, semua sumber dana naik. Giro naik 4,85 persen, tabungan 0,56 persen, deposit on call 4,71 persen, deposito 0,06 persen, dan sertifikat deposito 18,57 persen.
Ketika tabungan dan giro meningkat, itu merupakan indikasi yang bagus. Sebab, ada dana yang akan ditarik segera dan digunakan untuk konsumsi. Juga, ada pemindahan dana dari deposito yang berjangka ke tabungan maupun giro. Sebaliknya, jika deposito meningkat, ada indikasi penahanan investasi. Hal itulah yang sebenarnya kurang bagus.
Untuk akhir tahun ini, tetap akan ada efek siklus libur akhir tahun dan Natal terhadap konsumsi maupun peredaran uang. Namun, saya rasa, dampaknya sedikit. Yang lebih berdampak adalah kenaikan tarif-tarif. Misalnya, tarif BPJS Kesehatan, tarif transportasi, dan lain-lain.
Hal itu bisa saja mengakibatkan masyarakat berhemat dan menahan pengeluaran untuk hal-hal yang sifatnya kurang mendesak. Namun, kembali lagi, untuk akhir tahun ini, sebaiknya kita lihat sampai Desember, baru menyimpulkan apakah kenaikan dana di bank itu mencerminkan konsumsi dan investasi yang ditahan. Sebab, selain belum mencerminkan keseluruhan akhir tahun, pemerintah cukup rajin menerbitkan obligasi maupun sukuk ritel. Bisa jadi ada pergeseran dana ke sana.
Yang justru dikhawatirkan adalah tahun depan. Jika simpanan di bank sampai saat ini tumbuh sekitar 7 persen, menurut saya, tahun depan justru bisa jadi melambat menjadi 6 persen. Sebab, bukan hanya tarif transportasi dan BPJS Kesehatan, harga BBM dan tarif listrik juga naik. Yang penting, jangan bersamaan ataupun berdekatan saja waktunya sehingga belanja masyarakat tidak terganggu.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2019 hanya 5,01 persen, stagnan dari capaian pada periode yang sama tahun lalu. Dengan inflasi dan rupiah yang stabil, rasanya, konsumsi rumah tangga sampai akhir tahun juga stagnan. Kembali lagi, yang perlu diwaspadai adalah kondisi tahun depan. Tarif-tarif naik. Untuk itu, tahun depan butuh percepatan konsumsi pemerintah supaya ekonomi tetap tumbuh.
Hal yang penting juga adalah menjaga likuiditas perbankan. Bank Indonesia (BI) perlu diberi pelonggaran dari sisi giro wajib minimum (GWM). Suku bunga 7 days repo juga masih ada ruang penurunan tahun depan, setidaknya dua kali. Tetapi, itu saja tidak cukup mendorong belanja maupun pertumbuhan. Harus ada dorongan dari konsumsi pemerintah serta pengaturan waktu penyesuaian BBM dan listrik sehingga masyarakat tidak kaget.
Upah karyawan memang naik. Namun, dengan kondisi perekonomian global yang melambat, belum lagi perang dagang, tantangan kita ke depan semakin besar.(*)
Sumber: https://www.jawapos.com/opini/