Oleh: Ryan Kiryanto
Kepala Ekonom BNI
TAHUN ini prospek ekonomi Indonesia cukup cerah. Perang dagang diperkirakan mereda. Itu positif untuk perekonomian kita. Outlook ekonomi global membaik ke pertumbuhan 3,2–3,4 persen.
Dari dalam negeri, kestabilan ekonomi dan politik menjadi amunisi untuk mencapai pertumbuhan 5,1–5,3 persen pada 2020.
Ekspor akan membaik, diimbangi volume pembentukan modal tetap bruto (PMTB) serta konsumsi rumah tangga yang tetap solid dan stabil. Konsumsi rumah tangga akan tumbuh 5,2–5,3 persen dengan kontribusi mencapai 57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Volume APBN 2020 membesar ke kisaran Rp 2.540 triliun. Sekitar Rp 494 triliun teralokasikan ke sektor infrastruktur. Hadirnya omnibus law tentang cipta lapangan kerja dan perpajakan akan mendongkrak investasi dan pendapatan. Omnibus law sudah baik dan memang dibutuhkan untuk kepastian hukum.
Mereka yang terlalu memandang skeptis omnibus law berarti gagal paham. Sebab, omnibus law itu menderegulasi sejumlah aturan. Soal praktiknya bagaimana, kita awasi saja akan seperti apa jalannya nanti. Kita tetap harus optimistis.
Sementara itu, sektor perbankan sudah lebih siap ekspansif. Potensi pertumbuhan kredit tahun ini 11–13 persen, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) 9–11 persen. Sektor manufaktur, perdagangan, pertanian, dan infrastruktur, termasuk konstruksi, akan menjadi lokomotif perekonomian dari sisi permintaan kredit.
Dengan proyeksi ekonomi ke depan dan kondisi perekonomian nasional saat ini, Bank Indonesia (BI) masih punya ruang 1–2 kali lagi untuk menurunkan BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRR). Masing-masing sebesar 25 basis poin sehingga suku bunga acuan akan menjadi 4,5–4,75 persen sepanjang 2020. Atau, bisa jadi satu kali saja, yakni 25 basis poin pada semester I.
Di sisi lain, awal tahun ini kita melihat konflik antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Hal itu tentu berdampak negatif bagi pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia. Sentimen negatif akan membayangi pergerakan rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Sebab, investor beralih ke safe haven assets, utamanya dolar AS (USD) dan emas.
Kita beruntung kondisi makroekonomi relatif stabil sehingga masih dilirik investor asing. Tekanan terhadap rupiah dan bursa saham pun bisa diminimalkan. Alhasil, pergerakan rupiah dan IHSG sejauh ini cenderung stabil. Sepanjang Januari ini rupiah akan bergerak pada kisaran Rp 13.800 hingga Rp 13.900 per USD. Sementara itu, pergerakan IHSG pekan ini akan berada pada rentang 6.250–6.350.(*)
Sumber: https://www.jawapos.com/opini/07/01/2020/peluang-mencapai-target-pertumbuhan/