Oleh: Decky Ice
Mahasiswa/Pengurus BEM Magister Ilmu Politik UNDIP
UPAYA Pemberantasan Korupsi sepertinya memasuki tahap akhir. Sistematis mengebirian dan penggembosan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimulaib dari panitia selekse Calon Pimpinan KPK hingga sekarang ini secara sembunyi-sembuyi, DPR mengesahkan Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Efektifitas kerja penindakan yang dilakukan oleh KPK tidak lepas dari kewenangan penyadakan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bila kewenangan ini dikurangi dalam Revisi UU KPK, maka agenda pemberantasan Korupsi dalam ancaman.
DPR sebagai Lembaga representatif, seharusnya berkaca diri dalam merevisi UU KPK. Mengapa.?? Belakangan ini, lembaga DPR masuk dalam lembaga yang kurang dipercaya oleh publik. Sementara lembaga KPK justru sebagai lembaga yang paling di percaya oleh publik. Akan tetapi, langka yang dilakukan oleh DPR justru mempreteli kewenangan KPK yang membuatnya menjadi lembaga yang paling diharapkan publik.
Lantas inikah yang patut kita apresiasi di akhir masa jabatan DPR ?? Akhirnya, saya pun harus mempertanyakan sikap dan maksud DPR untuk melakukan Revisi UU KPK. Mengapa Revisi UU KPK dilalukan secara sembunyi-sembunyi.? DPR sebagai Representasi Kedaulatan Rakyat seharusnya terlebih dahulu menyampaikan maksudnya kepada Rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Sejauh ini, tidak ada aspirasi dari rakyat yang menginginkan adanya Revisi UU KPK akan tetapi DPR telah bertindak melampau tujuan dan fungsi kelembagaannya. DPR yang akan meRevisi UU KPK memasuki fase sakaratul maut, seharusnya DPR sekarang ini lebih mempersiapkan diri untuk melakukan proses transisi kekuasaan kepada DPR yang baru.
Sepertinya, poin-poin yang Revisi UU KPK yang diusulkan bersumber dari informasi yang kurang bisa dipertanggung jawabkan kepegawaian KPK. Seharusnya di masa jabatan DPR yang kurung waktu beberapa bulan ini, DPR fokus untuk memberi perhatian kepada Kepolisian dan Kejaksaan, bagaimana kedua Lembaga ini dalam pemberantasan Korupsi. Selama ini, DPR kurang memberikan perhatian kepada kedua lembaga khususnya progres reformasi di kedua lembaga ini (Kepolisian dan Kejaksaan).
Apakah Kepolisian dan kejaksaan sudah menyelesaikan proses Reformasi Birokrasi dan Reformasi Budaya Birokrasinya yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.? DPR justru selalu genit mencampuri urusan KPK dalam menjalankan agenda Pemberantasan Korupsi dan lalai memberikan perhatian kepada lembaga Kepolisian dan Kejaksaan untuk memerangi para cukong di negeri ini.
Kedudukan Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagi dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan kewenangan KPK bersifat Independen.
KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangan dapat melakukan penyadapan. Namun melaksanakan penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK yang di pilih oleh DPR itu sendiri.
KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia. Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yangberlaku di Indonesia.
Maka oleh karena itu, saya mempertegas dengan mengajak kepasa Organisasi Masyarakat Sipil (ORMAS) yang ada di Maluku Utara dan Halmahera Utara pada khususnya agar tidak hanya mengikuti perkembangan isu-isu daerah yang tidak terlalu penting seperti momen Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA 2020) yang bisa mempengararuhi keberagaman dan kebersamaan tetapi lebih pada pengawalan isu-isu Nasional, seperti kenaikan BPJS, Pemindahan Ibu Kota yang terkesan terburu-buru, dan terlebihnya agar ikut Menolak Revisi UU KPK dengan mendesak Presiden RI (Jokowi) agar; (1) Presiden menolak pembahasan RUU KPK dengan tidak mengirimkan Surat Presiden (Supres). (2) DPR RI segera menarik Revisi UU KPK yang disepakati.(*)