Oleh: Effendi Ghazali
Pakar Komunikasi Politik
LEPAS dari ini sebuah tragedi, bahwa jumlah para “pahlawan” di TPS (KPPS) terus bertambah, seorang teman saya bertanya, bukankah ini bisa juga manajemen isu sehingga perhatian publik tidak lagi pada ketidakjujuran pemilu?
Yang gugur itu adalah para “pahlawan” tapi mereka pasti tidak mau kalau pemilu yang mereka perjuangkan akhirnya dikuasai ketidakjujuran. Doa kita untuk mereka yang menjadi “pahlawan” dan keluarga yang ditinggalkan.
Sekarang yuk, siap, kita buka-bukaan, kita usut siapa saja yang bisa kena pidana. Termasuk kalau pengusul Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan dikabulkan bisa kena pidana, kami siap. Walau sebenarnya harus dicatat, kami, sebagai pengaju JR justru adalah pihak yang sadar akan kekacauan yang hampir pasti ditimbulkan oleh pemilu serentak yang didesain menjadi 2 Kubu.
Jadi sejak Juli 2017 setelah UU Pemilu diloloskan DPR, KAMI SUDAH MEMINTA PEMILU SERENTAK DIBATALKAN dan KEMBALI KE PEMILU SEBELUMNYA.
Bagaimana dengan para Hakim MK, siap juga kan kena pidana? Betapa mereka amat kokoh mempertahankan Pemilu Serentak dengan Presidential Threshold. Bahkan ketika kami meminta dibatalkan saja, tetap tidak ditanggapi.
Bagaimana dengan anggota DPR, yang membuat UU Pemilu pakai uang negara ditambah pakai uang studi banding? Masa mereka tidak bisa menemukan bahaya kekacauan Pemilu Serentak dengan 2 Kubu begini? Utamanya mengenai akibat atau pengaruh konflik 2 kubu terhadap persiapan manajemen dan tertib pemilu?
Seluruh Anggota DPR juga harus siap dipidana, utamanya mereka yang langsung terlibat membuat UU Pemilu.
Seluruh Anggota KPU dan Bawaslu yang terlibat dalam simulasi Pemilu Serentak juga harus kena pidana. Kan Simulasi dibuat dengan biaya negara, kabarnya di lebih dari 300 TPS.
Simulasi macam apa itu? Masa sama sekali tidak bisa mendeteksi kelelahan dan masalah kesehatan KPPS di lebih dari 300 TPS tempat simulasi? Pakai ilmu dan metodologi apa itu? Harusnya simulasi bisa mendeteksi soal kelelahan dan potensi masalah kesehatan KPPS dan pihak yang terlibat lainnya. Sehingga kapan perlu disiapkan tenaga medis yang menjangkau beberapa KPPS.
Yuk, kita buka-bukaan, dan kalau memang harus, pengaju JR siap dipidana!
Sesungguhnya tahun 2014, rakyat sudah biasa dengan Pemilu Serentak 4 kertas suara. Sekarang hanya ditambah satu kertas suara Pemilu Presiden yang tidak sekompleks Pemilu Legislatif.
Tapi memang tekanan mental yang diderita KPPS dan pihak lain amat besar, karena sudah di bawah mata ketidakpercayaan dan konflik tajam dua kubu bawaan dari Pemilu 2014. Suasana di TPS walau kelihatan terpelihara namun sebetulnya tegang.
Tapi kami tidak rela kalau isu banyak korban ini jadi menutupi ketidakberesan pemilu, apalagi ketidakjujuran pemilu.
Di samping “pahlawan”, mereka adalah juga “korban” ketidakberesan pemilu, karena mereka yang mendesain pemilu ini lebih berusaha terfokus pada mempertahankan pemilu dengan hanya 2 Capres!
Yuk kita usut, siap dipidana semuanya, supaya para korban dan keluarganya mendapat jawaban dan haknya untuk tahu siapa yang telah berbuat kelalaian, sengaja atau tidak sengaja.(*)