Oleh
SISKA LORENSA FEBI
(Mahasiswa Universitas Duta Wacana)
PENYAKIT demam berdarah merupakan permasalahan yang kiat dialami oleh seluruh golongan masyarakat tanpa terkecuali. Demam berdarah disebabkan oleh adanya infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan hewan vektor berupa nyamuk jenis Aedes Aegypti.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, terdapat sebanyak 137 kasus DBD di wilayah Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2020.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni tahun 2017 dengan jumlah 1 kasus dan tahun 2018 dengan 80 kasus, maka disimpulkan bahwa terdapat lonjakan kasus pada tahun 2020.
Baca Juga: Cegah Demam Berdarah, Kodim-Dinkes Serbu Nyamuk
Yang menjadi peringatan bahwa penyakit DBD tidak bisa dianggap remeh, tingginya curah hujan serta kondisi lingkungan sekitar yang tidak steril menjadi tempat favorit nyamuk untuk nyamuk berkembangbiak.
Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya risiko dari penyakit tular hewan vektor menyebabkan terjadinya lonjakan penyakit tular vektor. Terlebih lagi minimnya informasi serta kesadaran masyarakat terhadap hal-hal kecil seperti memilah sampah dan tidak membuang secara sembarangan menyebabkan terjadinya pelonjakkan populasi nyamuk.
Upaya dari pemerintah atau stakeholder setempat saja tidak cukup dalam menangani kasus DBD. Diperlukan adanya campur tangan dari masyarakat setempat untuk mau bekerja sama dalam menangani masalah tersebut.
Upaya dan aksi pengendalian vektor nyamuk telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan seperti pembagian kelambu hingga penyemprotan (fogging) daerah yang memiliki kualifikasi tinggi perkembangbiakan nyamuk.
Baca Juga: Waspada, Kasus DBD Melonjak Drastis
Namun hal tersebut perlu diperhatikan dikarenakan bahan kimia yang terkandung pada kelambu dan juga pada fogging dapat menyebabkan nyamuk menjadi resisten sehingga akan sulit untuk memutuskan rantai penyebaran DBD.
Meski demikian upaya tersebut tidak cukup dalam menanggulangi masalah tersebut, sehingga diperlukan adanya metode dalam mengontrol larva nyamuk seperti penggunaan larvasida namun penggunaan dari media pengontrol biolarvasida yang memanfaatkan tanaman yang memiliki potensi sebagai pengontrol larva nyamuk.
Selain itu Pemerintah melalui dinas terkait dapat aktif dalam bidang bioteknologi dengan memanfaatkan mikroorganisme terkait untuk mengendalikan virus yang ada di dalam nyamuk yang disebut dengan symbiotic control yang bergerak dalam bidang bioteknologi.
Baca Juga: Ada Ramuan Ampuh DBD di Halut?
Teknik ini memanfaatkan bakteri Wolbachia, di mana peran dari bakteri ini akan menetralkan nyamuk yang memiliki virus dengue sehingga ketika nyamuk betina yang memiliki virus dengue menggigit manusia sehat maka manusia tersebut tidak akan terkena DBD.
Riset ini dilakukan dengan cara mentransfer bakteri Wolbachia ke dalam tubuh nyamuk jantan sehingga apabila dilepaskan ke lingkungan dan terjadi perkawinan antara nyamuk jantan dan betina yang memiliki virus dengue maka bakteri Wolbachia akan otomatis ditransfer pada tubuh nyamuk betina melalui proses perkawinan tersebut, sehingga ketika nyamuk betina bertelur maka telur dan anak nyamuk tersebut tidak dapat menularkan dengue lagi karena kemampuan dari bakteri Wolbachia yang mampu mengontrol dan menekan virus dengue yang ada pada nyamuk.
Beberapa riset telah dilakukan mengenai bakteri ini sehingga tidak perlu khawatir untuk efek samping yang ditimbulkan karena sudah dipastikan bahwa bakteri Wolbachia ini aman dan sudah digunakan dibeberapa benua seperti Amerika hingga Australia hingga masuk ke Asia yaitu Indonesia sendiri yang hingga saat ini terus dikembangkan untuk memutuskan rantai penyebaran nyamuk penyebab demam berdarah.(*)