HARIANHALMAHERA.COM–Bukan hanya dari masyarakat, anggota DPD RI Perwakilan Maluku Utara (Malut) Husain Alting juga mendapat keluhan dari anggota DPRD Provinsi Malut saat melakukan kunjungan kerja di Malut.
Lewat pertemuan terbatas yang berlangsung di sekretariat DPRD Provinsi di kota Ternate, Husain yang juga anggota badan urusan Legislasi Daerah (BULD) ini dicurihati terkait pembatasan kewenangan daerah termasuk dalam urusan pertambangan.
Uneg-uneg ini disampaikan anggota Deprov Sahril Taher yang kebutulan membidangi komisi energ dan pertambangan di Deprov. Politisi Gerindra ini mengaku selama ini segala sesuatu yang diperjuangkan Deprov selalu terbentur dengan undang – undang, meski ada otonomi daerah.
“Apalagi dengan UU nomor 3 tahun 2020 atas perubahan UU nomor 4 tahun 2009 pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan bagi usaha pertambangan. Berarti otonomi sia- sia, kita tidak bisa mengatur kita punya daerah,” sesalnya.
Belum lagi ada tekanan-tekanan dari pusat jika kalau ada gerakan masyarakat di daerah. Dia mencontohkan proses hukum kepada nasyarakat di Taliabu yang berjuang mempertahankan hak mereka dengan memalang akses masuk di wilayah pertambangan.
“Memang dalam UU nomor 4/2009 itu ada pasal yang menegaskan barang siapa yang menghalangi pihak pengusaha dalam bidang pertambangan untuk melakukan kegiatannya, maka akan dipidana. Jadi ini yang rancu, kok masyarakat menuntut haknya diancam dengan pidana,” cecernya.
Karena itu lewat pertemuan singkat dengan Sultan Tidore ini, Dia meminta keterbatasan kewenangan daerah ini harus dipikirkan bersama. “tapi kuncinya pemerintah provinsi kuat saja apapun bentuknya,menyangkut dengan undang- undang kalau pemerintah provinsi kuat DPRD kuat hal yang ada itu bisa kita abaikan kenapa karena ada kewenangannya”,tegas Sahri..(lfa/pur)
