Oleh: Alwira Fanzary Indragiri
Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau (LAN-R), Wartawan
DENGAN enteng. “Gubernur kalau ada dana juga tidak masalah. Dari bupati juga bisa”
“Di sini kan ada banyak minyak nya”
“Dana kami ada, tapi ini kelebihan kapasitas di mana-mana”
“Dana pemda juga dari Jakarta, ada dana bagi hasilnya”
“Ini namanya sinergisitas”
Kata Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM.
Usai Rutan Siak dibakar napi. Perlu biaya pembangunan. Rutan dan Lapas overkapasitas. Semua. Dimana-mana. Tembang lama.
“Ndak tau saya itu”
“Kebijakan Kanwil”
“Bukan kita”
Kata Syamsuar, gubernur Riau.
Dua jempol tuk sang gubernur. Tapi saya yakin tidak diucapkan didepan Yasonna. Kalau itu ucapkannya di hadapan Yasonna, satu jilid jempol tuk Syamsuar. Berkelas. Setidaknya yang tampak dipermukaan.
Apa yang diucapkan Yasonna, menjadi representasi perlakuan Jakarta selama ini. Pada bumi Riau ini. Puluhan tahun.
Apa yang menjadi tanggung jawab pembiayaan APBN, malah dibiayai APBD. Bahkan tanpa sharing budget. Yang terbaru saja: Dua gedung institusi hukum berdiri megah di ibukota provinsi.
Dua flyover dan jembatan. Juga di ibu kota provinsi. Yang juga harusnya pembiayaan pusat, atau minimal sharing budget. Tapi satu rupiah haram gunakan APBN.
Yasonna cakap minyak banyak disini. Ya minyak. Tidak sadar, atau pura-pura tidak sadar. Bumi tempat kami berpijak ini sudah sekarat. Merintih. Puluhan tahun isinya diangkut ke Jakarta. Dan yang sisa ini pun juga mau disungka sampai kering. Banyak alasan tuk limpahkan pengelolaannya pada daerah. Tamak.
Yasonna cakap dana pemda dari Jakarta. Ada dana bagi hasilnya.
Ah bagaimana cara berpikir tuan menteri satu ini. Tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Dana bagi hasil itu sejatinya punya daerah. Dari daerah dibawa ke Jakarta. Semuanya.
Lalu dipotong sejadi-jadinya. Lalu dikembalikan ke daerah sisa-sisanya. Lalu mendapatkannya pun sesusah-susahnya: 1,7 triliun rupiah DBH Riau tahun 2017 belum juga ditransfer.
Bukan Jakarta biaya daerah. Tapi daerah lah yang biaya Jakarta itu.
Kita buktikan konsistensi Syamsuar. Perlu waktu. Tentang prioritas pembangunan. Tentang Prioritas pembiayaan. Ke depan. Kurangi berlagak Riau ini kaya raya. Sehingga dengan mudah biaya yang tidak wajib dibiayai. Seperti gubernur sebelumnya.
Di Indragiri sana, guru-guru pelosok masih digaji ratusan ribu. Di Kampar sana, ditemukan jalan berlumpur itu tidak aneh. Tak ada yang perlu ditakuti pada penguasa di Jakarta. Jika benar.
Saya penggal puisi Datuk Seri Pujangga Utama, Sutardji Calzoum Bachri, untuk mu gubernur Syamsuar.
“Daging kita satu, arwah kita satu,
walau masing jauh,
yang tertusuk padamu berdarah padaku”.(*)
Sumber: https://rmol.co/read/2019/05/14/389763/ah-dikau-tuan-menteri