INSTAN. Membaca kata itu pasti langsung teringat mi instan. Tapi, kita tidak akan membahas itu. Meski kita wajib memberikan penghormatan bagi penemunya, Momofuku Ando.
Chicken Ramen, mi instan pertamanya itu pun, tidak diperoleh secara instan. Butuh waktu lama. Butuh berbagai usaha. Kerja keras. Bahkan menguji asa dari kegagalan-kegagalannya.
Ingat pula kata Pak Dis—Dahlan Iskan. Jangan melihat pengusaha sukses saat dia seperti sekarang. Lihat sejarahnya. Rasakan perjuangannya. Jatuh bangun, penuh pengorbanan.
Demikian pula teknologi. Yang sudah ‘menguasai’ semua sendi kehidupan masyarakat saat ini. Diciptakan tidak dengan instan. Semua butuh proses. Karena begitulah hukum alam ini.
Artinya, tidak ada yang instan di dunia ini.
Lucunya, banyak manusia zaman sekarang yang ingin merombak hukum itu. Dari awal ke akhir ingin secara instan. Menegasikan proses.
Ingin cepat kaya. Banyak uang. Itulah yang terjadi dewasa sekarang. Dengan uang bisa beli apa saja. Tidak hanya materi. Pangkat, jabatan, kedudukan, bahkan martabat bisa dibeli.
Sorotan ini melihat fenomena investasi keuangan yang tengah marak. Termasuk di Maluku Utara. Ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang berlomba ingin cepat kaya. Dan, sebagian besar tertipu.
Padahal, sejak awal metode ini sudah dicap penipuan. Game money atau permainan uang istilah kerennya. Dibuat oleh Charlez Ponzi. Ahli perniagaan sekaligus seorang penipu. Investasi dengan bonus yang menggiurkan.
Tentunya ini berbeda dengan multi level marketing (MLM). Meski bonusnya tak kalah menggiurkan. Tapi MLM punya produk. Untuk dijual. Makin banyak yang dijual, makin banyak bonus diperoleh. Berarti butuh usaha dan kerja keras.
Ini strategi pemasaran. Banyak digunakan perusahaan. Sampai saat ini. Bahkan di era teknologi modern saat ini. Skema MLM ini justru makin efektif. Bisnis konten yang mengandalkan viewers.
Kita tidak ingin menyinggung investasi sebuah perusahaan yang kini tengah bermasalah. Biarlah itu menjadi urusan aparat yang berwajib.
Penekanan disini untuk membuka kesadaran masyarakat di Maluku Utara. Zaman modern sekarang menjadi era pertarungan kreativitas dan keterampilan (life skill).
Salah satu contoh. Meski ini perlu didiskusikan lagi. Pemerintah desa memfasilitasi sebuah usaha. Tentukan produknya. Analisa pasarnya. Jika positif, bikin perusahaan milik bersama.
Investornya, ya masyarakat sendiri. Siapapun bisa berinvestasi. Dengan modal berapa saja. Pekerjanya, ya masyarakat juga. Karena itu dibutuhkan kehadiran pemerintah. Terkait akses dan fasilitas. Pekerjanya diberi pelatihan. Mulai pengolahan produk, manajemen, bantuan teknologi, termasuk buka akses pasar.
Jika hasilnya makin positif, perusahaan-perusahaan besar, termasuk perbankan, pasti akan mengantri. Memberikan tambahan investasi dan tentunya membuka akses pasar lebih besar.
Inilah yang disebut startup. Perusahaan rintisan. Semuanya berawal dari sini. Seperti istilah unicorn yang sempat hangat pasca debat capres awal Februari lalu, juga bermula dari startup.
Bedanya, perintis disini adalah masyarakat. Siapa yang bias menyangka, jika dimulai sekarang, ada salah satu perusahaan desa di Maluku Utara yang bisa mencapai tingkatan unicorn.
Ini tantangan. Terutama generasi milenial. Tantangan membangun desa. Agar bisa mandiri. Punya pendapatan sendiri. Tidak tergantung dari pemerintah yang terus mengalami defisit.
Yang penting konsisten. Sabar dan kerja keras. Agar tidak ada lagi yang tertipu ‘Ponzi’, game money, investasi bodong, yang ujung-ujungnya stres. Semoga ada desa yang mau memulai.(*)