Halut

Oknum Polisi Pukul Mahasiswa Uniera Dikecam

×

Oknum Polisi Pukul Mahasiswa Uniera Dikecam

Sebarkan artikel ini
Mapolres Halmahera Utara (Foto : Faisal/Harian Halmahera)

HARIANHALMAHERA.COM–Kasus penangkapan disertai dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota Polres Halmahera Utara terhadap Yulius Yatu (22) alias Ongen, seorang mahasiswa Universitas Halmahera (Uniera), ternyata mendapat kecaman keras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi. Sebab, tindakan oknum polisi tersebut dianggap cukup berlebihan dan menabrak aturan sendiri.

Sekretaris LBH Marimoi, Fahrizal Dirham, pun menegaskan bahwa akan terus mengawal proses penanganan kasus tersebut sehingga meminta Polda Malut juga turun tangan untuk serius tuntas kasus, setidaknya oknum polisi yang melakukan pelanggaran diberi sanksi sesuai aturan yang berlaku. “Prinsipnya, kami LBH Marimoi sangat sesalkan tindakan yang dilakukan oknum anggota Polres Halut terhadap mahasiswa Uniera ini, jadi kasus ini harus dituntaskan maka dari kami akan ikut mengawal proses penangannya sampai tuntas,”katanya, rabu (28/9).

Fahrizal menuturkan bahwa, insiden pemukulan mahasiswa oleh anggota polisi memang sudah sering terjadi ketika ada unjuk rasa apalagi aksinya berujung ricuh. Namun, berbeda dengan kasus yang menimpa Yulius Yatu alias Ongen, yang mana bukan lantaran aksi melainkan oknum polisi merasa tersinggung terhadap postingan WhatSapp korban, karena  dianggap bernada sindiran.

“Kasus penangkapan disertai dugaan pemukulan oleh oknum anggota Polres Halut terhadap Ongen (mahasiswa Uniera), ternyata berdasarkan keterangan korban berawal dari postingannya WhatsApp, dimana korban memosting foto seorang polisi membawa anjing pelacak dan menulis caption “tara barani dengan tangan-tangan, jadi kase anjing pelacak”. Foto itu diambil korban saat aksi penolakan BBM oleh organisasi Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) di kantor DPRD Halut tangal 9 september 2022 kemarin,”ujarnya.

Dari postingan itulah menurut Fahrizal, menjadi awal-mula dilakukan penangkapan dan dugaan penganiayaan oleh oknum polisi tersebut terhadap korban. Sekertaris LBH Marimoin pun menceritakan kronoligis penangkapan korban yang bermula dari empat oknum polisi mendatangi kediaman korban di Desa Wari Ino, Kecamatan Tobelo untuk mencari korban.

“Jadi saat itu menurut korban, ada 4 orang mengaku sebagai anggota polisi berpakain biasa datang ke rumah korban. Mereka pun temui korban lalu salah satunya langsung menunjukan foto sambil menanyakan, apakah benar ngana Yulius Yatu ?, sebelum korban  berbicara mendadak layangkan pukulan kena wajahnya, tepatnya lebam di pelipis mata, dan saat itu juga langsung di cekik kemudian dibawah keluar dari rumah untuk hendak dibawa ke Polres Halut,”ungkapnya.

Dalam perjalanan lanjut korban pada Fahrizal, korban masih terus dipukuli dan dicek hingga pingsan. “Intinya penangkapan ini tidak ada surat tugas dari pihak kepolisian, dan ongen dibawah tanpa ada pendamping hokum, bahkan korban sendiri tidak mengetahui letak kesalahannya apa sehingga dibawah ke Polres Halut,”pungkasnya.

Fahrizal menambahkan bahwa di Polres Halut korban mengaku dimasukan ke kandang anjing dan masih terus mendapatkan pemukulan disertai intimidasi hingga membuat korban ketakutan. “korban menyampaikan bahwa di dalam kadang, korban dapat ancaman cukup hebat, seperti “ngana mau tong kase masuk di sini (kandang anjing yang ada anjingnya), nanti ngana mampos di dalam, ngana mau masuk dalam atau masuk penjara? Ongen lalu menjawab, saya tara mau,”ungkapnya meniru ucapan korban.

Setelah selesai beri hukuman pada korban dikatakan Fahrizal, salah satu anggota polisi telah mengatarkan korban ke rumah. “korban sempat dibawa oleh rekannya berobat sekaligus visum ke RSUD Tobelo, namun pihak rumah sakit meminta agar dibuat laporan polisi baru dikeluarkan hasil visul, sehingga itu korban bersama rekannya sempat membuat laporan ke SPKT Polres Halut namun korban disalahkan soal postingan,”terangnya.

“Pihak kepolisian juga menyampaikan bahwa belum bisa mengeluarkan rekomendasi surat untuk di visum, penanganan kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian harus melalui jalur pelaporan ke Propam. Namun karena petugas Propam tidak ada, sehingga mereka menyuruh untuk melakukan pelaporan besok pagi ,”sambunya.

Perbuatan oknum anggota Polres Halut ini disebut Fahrizal, masuk dalam tindakan pidana penganiayaan yang diatur dalam Undang-Undang KUHP Pasal 351 dan Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri.

“Selain itu, penangkapan tersebut belum memiliki bukti, sesuai standar yang diatur dalam KUHAP Pasal 17 tentang bukti permulaan tindak pidana, sehingga penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi bertentangan dengan asas praduga tak bersalah, sebagaimana diatur dalam pandangan umum KUHAP butir c dan pasal 8 Undang-Undang kehakiman tentang asas praduga tak bersalah,”pungkasnya.(sal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *