Oleh: Firman Toboleu
Jurnalis
JANGAN panik? Ah, gila loe (kata anak-anak ibu kota). Wajarlah masyarakat panik. Baca saja pernyataan badan kesehatan dunia (WHO). Virus Corona lebih ‘jahat’ dari terorisme. Hanya dalam tempo dua bulan, 66 negara sudah diserang. Indonesia? Ya, negara kita salah satunya. Negara ke-66 yang terpapar virus Covid-19.
Apa sebenarnya yang terjadi? Karena negara +62 (maaf) terlalu jumawa. Sikap ini yang membuat jajaran dari tingkat kementerian hingga petugas kesehatan di desa, tidak terkoordinir dengan baik. Akhirnya menggampangkan sebuah temuan kecil yang ternyata memiliki impact cukup besar.
Baca saja kronologi temuan dua warga yang positif terinfeksi Covid-19. Kontak dengan warga negara Jepang yang idap Covid-19 sudah sejak 14 Februari. Namun, kenapa baru pada 2 Maret pemerintah menyatakan positif Corona di Indonesia.
Ingat, virus ini sudah ‘membunuh’ sekira 3.085 orang di dunia. Ataukah kita harus mengamini keraguan banyak negara yang menganggap penanganan Covid-19 tidak maksimal.
Tulisan ini tidak berniat menambah ketakutan di tengah masyarakat. Hanya saja, yang terpenting saat ini adalah transparansi dari pemerintah. Berikan informasi yang benar kepada masyarakat. Upaya penanganan, jumlah korban, termasuk kesiapan alkes rumah sakit rujukan. Informasi tersebut diharapkan bisa menumbuhkan trust masyarakat kepada pemerintah.
Pemerintah juga harus giat melakukan sosialisasi. Kepanikan hari ini, juga buah dari kurang intensnya sosialisasi. Jika masyarakat sudah mendapatkan sosialisasi pencegahan yang benar, mungkin kita tidak akan melihat aksi borong masker dan sembako yang menyebabkan harga naik gila-gilaan.
Selain itu, pemerintah harus segera mengupayakan penambahan sanitizer yang terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat. Sanitizer lebih penting dari masker. Karena masker lebih penting digunakan untuk orang sakit dan petugas medis, bukan untuk orang sehat.
Usul terakhir, segera isolasi daerah temuan Covid-19. Jangan sampai virus penyebab pneumonia (infeksi paru-paru) itu menyebar ke daerah lainnya. Perketat pengawasan lalu lintas orang ke dan dari daerah terdampak.
Sementara, bagi daerah yang belum terdampak, juga jangan duduk diam dan pasif. Segera ambil langkah antisipasi. Bentuk satuan tugas waspada corona yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Awasi semua ‘celah’ yang memungkinkan masuknya virus.
Kekhawatiran, kecemasan, bahkan ketakutan, itu sesuatu yang alami. Pemerintah tidak bisa menghilangkannya hanya dengan berujar. Masyarakat butuh bukti kesiapsiagaan pemerintah.
Dan bagi masyarakat, tolonglah bersikap jujur. Jika merasakan gejala yang mirip dengan corona, langsung melaporkan diri. Jangan menutup-nutupi. Jika kita semua sadar akan ‘bahaya’ corona ini, otomatis kita akan lebih peduli dengan kebersihan diri dan perhatian untuk meningkat imunitas dalam tubuh.
Seperti iklan layanan kepolisian, jangat kebut-kebutan di jalan, ingat istri dan anak di rumah. Sederhananya, mungkin seperti itulah. Peduli pada diri sendiri, maka peduli pada keluarga. Jaga kebersihan diri, jaga kebersihan keluarga, konsumsi makanan yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh.(*)