Kolom

Optimisme APBD

×

Optimisme APBD

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi ABPD (Foto : net)

Oleh: Firman Tobelu

Jurnalis

 

 

TULISAN ini mengawali catatan akhir tahun yang sering dilakukan jurnalis di penghujung tahun. Catatan mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dirasa sangat cocok menjadi pembuka ‘kaleidoskop’ kinerja pemerintah. Bertepatan untuk kesekian kalinya APBD Halut dirancang defisit.

Dalam aturan perundang-undangan, memang tidak ‘diharamkan’ perencanaan anggaran daerah dalam kondisi defisit. Meski ada batas toleransinya. Lagian, hampir seluruh daerah merancang APBD dalam kondisi defisit, termasuk pemerintah pusat (APBN). Hanya sedikit daerah yang APBD-nya dirancang positif.

Saya tidak mempersoalkan surplus dan defisitnya. Karena defisit dalam pemerintahan tidak diartikan merugi atau tidak memperoleh laba sebagaimana defisit dalam sebuah perusahaan profit. Demikian juga surplus. Yang saya garis bawahi disini adalah sikap optimisme. Sebuah semangat.

Meski bukan sebuah kesimpulan, namun saya melihat dengan rancangan APBD defisit setiap tahunnya, menunjukkan tidak ada semangat perubahan dalam pemerintahan. Tidak ada harapan, pandangan, atau visi untuk lebih baik dari tahun sebelumnya.

Melihat sistem penganggaran APBD memang rumit. Selain itu ada aturan-aturan yang harus diikuti. Belum lagi hambatan-hambatan yang terjadi bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena harus berhadapan dengan sistem penganggaran itu sendiri.

Dilihat dari sisi positifnya, tentu akan lebih baik jika APBD sudah sedari awal dirancang surplus. Dengan surplus berarti ada kemauan kuat dari pemerintah untuk membuat masyarakatnya bahagia. Ada kemauan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Ada kegigihan setiap penanggung jawab (kepala dinas/badan/kantor) untuk mencari sumber pendapatan baru dan memaksimalkan sumber pendapatan yang ada, agar melampaui target yang sudah dibebankan sebelumnya.

Surplus juga membuktikan ada kreativitas, ada inovasi, ada ‘jurus-jurus’ baru yang sudah disiapkan pemerintah untuk menjawab segala macam keluhan warga. Mulai dari program wajib, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga program penunjang lainnya.

Surplus memang tidak diartikan kelebihan kas daerah. Namun dengan surplus banyak manfaat yang bisa dirasakan masyarakat. Dana surplus bisa menjadi dana cadangan bagi pemerintah untuk berinvestasi dengan memperkuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta untuk memperkuat pariwisata. Bisa menjadi dana cadangan ketika ada bencana.  Bisa memberikan banyak bantuan kepada petani, nelayan, atau bantuan usaha dan sosial lainnya.

Pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan infrastruktur yang bisa mengcover seluruh wilayah. Bisa juga mendambah tunjangan bagi aparaturnya, dan bisa juga menambah gaji anggota dewan. Atau menambah program sarapan pagi bagi siswa, seperti yang dilakukan di negara-negara yang pendidikannya dianggap terbaik.  Artinya dana surplus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang lebih banyak. Dana surplus menunjukkan kemandirian daerah.

Sementara defisit, dapat diartikan pesimis. Tergantung pada dana pusat, tergantung pada dana bagi hasil. Terkesan tidak ada semangat untuk mencari solusi atas persoalan PAD, tidak ada kemauan agar seluruh program dirasakan seluruh masyarakat hingga pelosok, kepulauan.

Semoga saja 2023 nanti APBD Halut bisa surplus. Penentuannya akan terlihat di 2022 mendatang. Apakah para pemimpin di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih memiliki semangat membangun untuk daerah dan masyarakat atau tetap pada keadaan pasrah yang menjadi warisan tiap tahun ini.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *