Oleh: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
PILPRES 2024 adalah eranya anak muda. Usia kisaran 50 tahun. Kurang atau lebih sedikit. Generasi tua sudah saatnya udzur diri dan menikmati pensiun.
Jokowi, terkena aturan tak akan bisa calon lagi. Kalau aturannya diubah? Presiden seumur hidup misalnya? Pasti akan menghadirkan gelombang besar perlawanan dari rakyat.
Prabowo? Kemungkinan tak akan lagi nyapres karena faktor usia. Selain juga karena faktor trauma kegagalan. Sudah dua kali.
Survei Indobarometer dan LSI Denny JA 2019 menempatkan Anies Baswedan, Gubernur DKI sebagai tokoh yang paling potensial jadi Capres 2024. Lalu, siapa lawan yang kemungkinan akan diajukan untuk menghadapi Anies?
Ada Ridwan Kamil (RK). Gubernur Jawa Barat ini sempat cemerlang namanya saat menjadi walikota Bandung. Namun akhir-akhir ini namanya meredup. Netizen Jawa Barat malah seloroh ingin tuker gubernur. Maksudnya? Mereka minta Anies jadi gubernur Jawa Barat. Ah, ada-ada aja.
Ada dua syarat jika RK ingin ikut kontestasi di pilpres 2024. Pertama, butuh keberanian untuk bersikap tegas terhadap proyek Meikarta. Selama ini, isu Meikarta buruk di mata rakyat. Dan ini akan jadi beban citra bagi RK.
Beranikah RK tegas soal Meikarta yang selama ini bermasalah ijin dan proses pembangunannya itu? Beranikah RK melawan kepentingan Lippo dan James Riady yang dikenal cukup dekat dengan dirinya? Keberanian Anies menutup reklamasi hanya bisa diimbangi gaungnya jika RK berani menutup Meikarta. Ah, gak mungkin. Mosok?
Kedua, RK mesti membuktikan prestasinya di Jawa Barat. Setidaknya mampu bersaing dengan capaian prestasi yang selama ini diraih DKI. Kalau tidak? Berat bro!
Selain RK, ada Risma. Walikota Surabaya dua periode ini namanya moncer. Bersih dan berani. Bahkan setengah galak. Tapi rakyat senang dengan sikapnya yang sedikit galak itu.
Karena, semua itu dilakukan dengan jujur dan nyaris tanpa masalah. Beda dengan marah-marah, tapi nyolong. Terindikasi koruptor. Emang ada? Ah, pura-pura pilun lo.
Hanya saja, pertama, Risma cuma punya pengalaman sebagai walikota. Masih jauh dari kompetensi yang dibutuhkan untuk seorang presiden. Kedua, hubungan Risma dengan PDIP, terutama ketua umumnya, tak begitu dekat.
Tepatnya, tak terlalu harmonis. Persoalan psikologis, khususnya antar perempuan, tetap akan berpengaruh terhadap keputusan politik. Mungkin Risma cocok jadi cawapres. Itupun jika dapat restu dari ketua umum PDIP. Sepertinya berat. Karena Mega punya Puan Maharani, putri andalannya yang juga berpotensi maju di 2024.
Puan Maharani isunya lagi digadang-gadang jadi ketua DPR RI periode 2019-2024. Pilpres 2024, Menko bidang PMK ini punya tiket untuk maju, yaitu PDIP. Partai yang saat ini jadi top skor dengan suara 19 persen. Hanya saja, Puan belum tampak menonjol prestasinya. Belum ada yang spektakuler dari putri ketua umum PDIP ini. Masih biasa-biasa saja.
Emang Pak Jokowi spektakuler? Oh iya! Jelas! Terutama ketika membawa mobil Esemka ke Jakarta. Soal diproduksi tidaknya, itu urusan belakang. Yang penting, spektakuler dulu. Ini berkaitan dengan branding dan iklan politik.
Tokoh lain yang cukup dikenal adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AJY).
Putra mahkota Demokrat ini mulai dikenal sejak nyagub di DKI 2017. Sayang gagal. Namanya makin buruk ketika ia bermanuver untuk membangun koalisi dengan istana sebelum tahapan proses pemilu selesai. Dianggap tak punya integritas dan miskin komitmen. Kompetensi? Nyaris tak terbaca. Gak ada jejak pengalaman di birokrasi. Sama sekali.
Pasca Pilpres 2019, SBY makin sulit mempromosikan AHY. Apalagi perolehan suara Demokrat di pemilu 2019 turun drastis. Hanya sekitar tujuh persen.
Selain nama-nama populer di atas, LSI Denny JA memasukkan nama Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah dua periode ini tak saja populer, tapi juga murah senyum. Entah berapa persen kerenyahan senyum Ganjar ini mampu menyumbang suara ketika Pilgub Jawa Tengah 2018 kemarin.
Tak dapat dipungkiri, senyum Ganjar berhasil menghipnotis rakyat Jawa Tengah yang hidup penuh dengan rasa. Satu persolan yang dihadapi Ganjar, dan ini serius. Apa itu? Kasus e-KTP telah ikut mempopulerkan namanya. Terlibat atau tidak, proses hukum kasus ini belum tuntas. Artinya, isu e-KTP akan menjadi beban bagi Ganjar untuk mendapat simpati rakyat.
Bahkan kemenangannya di Pilgub Jawa Tengah untuk yang kedua kalinya disinyalir banyak dikatrol oleh Taj Yasin. Putra kiai kharismatik dan berpengaruh di Jawa Tengah, yaitu K.H. Maemoen Zubair. Taj Yasin dianggap telah menyelamatkan Ganjar.
Tanpa Taj Yasin, sulit membayangkan Ganjar bisa melanjutkan kepemimpinannya untuk periode kedua. Lalu, kenapa Ganjar Pranowo bisa masuk radar LSI Denny JA? Jika ukurannya popularitas, itu masuk akal. Ada ukuran penilaian yang lain? Tanya Denny JA saja. Panggung belakang itu urusan privat. Apalagi kalau sudah menyangkut iklan dan proposal, orang lain tak perlu tahu. Publik cukup masa bodoh aja.
Ahok? Masanya sudah lewat. Bukan soal usia. Kalau usia, Ahok masih relatif muda. Hanya saja, vonis dua tahun penjara karena kasus penistaan agama jadi masalah serius. Apalagi, Indonesia mayoritas pemilihnya beragama Islam. Dan yang dinoda dalam kasus Ahok adalah Islam.
Belum lagi problem perceraian Ahok dengan istri pertamanya yang sempat membuat kaum feminis dan pemerhati gender sewot. Kalau dipaksakan, potensi kegaduhan diprediksi akan jauh lebih dahsyat dari pilpres 2019. Kendati ada TV swasta yang coba branding dan mulai angkat lagi nama Ahok. Kendati juga adanya faktor kekuatan logistik di belakangnya. Tetap berat! Istana belum tentu juga mendukung. Dan Ahok, end!
Siapapun yang akan maju menantang Anies di pilpres 2024, pasti akan seru. Seseru apapun, rakyat berharap tak ada petugas KPPS yang meninggal. Kasihan istri dan anak mereka! Dan tak perlu juga ada demo yang mengorbankan rakyat tak berdosa. Pilpres jujur, adil dan tak ada kecurangan. Tak ada yang terintimidasi dan tersandera.
Siapapun kontestan dan pemenangnya, kalau pilpresnya bener, maka akan lahir pemimpin yang bener.(*)
Sumber: https://rmol.id/read/2019/07/03/394775/pilpres-2024-siapa-penantang-anies