Oleh: Himawan Sutanto
Pemerhati Budaya Politik
MUNCULNYA wabah virus corona (Covid-19) telah meluluhlantahkan dunia ekonomi. Bukan saja negara super power, tapi semua negara merasakannya. Pandemik corona ini memang diperkirakan menyebabkan resesi global. Flu Rusia dan Flu Spanyol juga pernah membuat kondisi ekonomi dunia terpuruk.
Munculnya pandemik corona belum juga teratasi. Jumlah kasusnya terus meningkat. Dampak ekonomi akibat virus corona tak terbendung lagi. Sampai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghitung ekonomi Indonesia tahun ini akan tertekan hebat. Pertumbuhannya bisa mencapai 2,5 persen bahkan sampai 0 persen.
Keluarnya PP PSBB Tidak Efektif
Keluarnya PP No 21 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga belum mampu memberikan jaminan, bahwa problem ekonomi akan terselesaikan.
Bahkan PSBB masih belum jelas langkahnya. Karena masih bersifat karantina setengah hati. Pemerintah dianggap tidak tegas dan tidak mau bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya, atau lari dari tanggung jawab ekonomi.
Skenario pertumbuhan dengan angka di bawah 2,5 persen adalah masalah virus Covid-19 semakin berat. Artinya, Indonesia tidak mampu menangani pandemik lebih dari enam bulan dan terjadi lockdown alias isolasi secara penuh. Kondisi tersebut belum ditambah jika perdagangan internasional hanya tumbuh di bawah 30 persen.
Lalu, industri penerbangan mengalami shocked karena turunnya jumlah penumpang hingga 75 persen. Skenario itu juga mempertimbangkan melemahnya konsumsi rumah tangga. Hal itu berdampak terhadap PHK tenaga kerja. Harapannya tentu hal itu tidak terjadi. Pemerintah masih optimistis keadaan akan teratasi dan vaksin penangkalnya segera ditemukan.
Dengan begitu, paling tidak pertumbuhan ekonomi negara ini bisa di atas 4 persen dan itu hanya sekedar menggarami lautan saja. PP di atas merupakan turunan dari Undang-undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Namun, alih-alih mengoperasionalkan Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan untuk menghalau wabah Covid-19 di Indonesia, PP tersebut justru dipertanyakan efektivitasnya. Karena substansi PP Nomor 21 Tahun 2020 sangat terbatas, sehingga tidak memadai untuk melaksanakan percepatan penanganan Covid-19.
Karena PP tersebut hanya mengatur tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan materi. Hal itu tidak adanya hal baru dalam materi yang diatur dalam PP tersebut, melainkan hanya membukukan apa yang sudah dilakukan pemerintah daerah.
Perlu diketahui, bahwa untuk memberlakukan karantina wilayah, kita memerlukan peraturan pendelegasian untuk memberikan dasar agar inisiatif berbagai kepala daerah dalam menanggulangi Covid-19 bisa memiliki koridor dan dasar pengaturan yang jelas.
Sementara disetujuinya usulan Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan karantina wilayah membuat daerah lebih fokus dalam penangannya dan pembiayaan ekonomi warganya. Semoga diikuti oleh daerah Lainnya.
Lantas pertanyaannya, kenapa harus ditunda terlalu lama? Pertanyaan di atas wajar dan harus dikiritisi. Sebab dari awal Pemerintah Pusat terlalu menyepelekan adanya virus corona. Sehingga nasib rakyat yang sudah panik dan gelisah tidak cepat mendapatkan ketenangan. Bahkan para pejabat melakukan ralat terus menerus.
Sementara urusan perut menjadi penting bagi rakyat kebanyakan. Sepertinya pemerintah selalu tidak siap, mereka hanya pandai membuat polemik, tapi tidak pandai melihat kasus untuk penyelesaian.
Saatnya Daerah Bekerja
Memberikan kesempatan daerah menyelesaikan wabah ini adalah cara yang bisa dilakukan agar daerah berkontribusi terhadap wabah ini. Penggunakan logika politik terus yang membayangi dan penggunakan buzzer juga tidak tepat dan tidak akan mampu menangani kasus wabah ini, justru menambah masalah baru.
Pemberian izin kepada Pemprov DKI Jakarta adalah langkah yang patut diapresiasi karena pemerintah pusat hanya melakukan koordinasi dengan daerah. Toh daerah juga punya laboratorium yang cukup dan tidak perlu harus Pusat.
Jika polemik ini dapat diselesaikan niscaya perekonomian kita akan terjaga dan instabilitas politik juga tidak terganggu. Jangan sampai hal itu harus dibayar mahal. Jangan sampai pihak ketiga menggunakan skenario terpuruk yaitu “Penjarahan”.
Fenomena daerah adalah sikap gotong royong yang masih kuat. Apalagi masih banyak tokoh-tokoh lokal yang masih menjadi panutan. Sebab wabah virus tersebut memberikan dampak ekonomi dan politik yang kurang baik. Sehingga kita harus bekerja sama dalam menangani wabah dengan dilema ekonomi politik yang lebih terjaga saja.
Jangan sampai ada kepentingan sesaat di dalam wabah virus tersebut. Kepentingan rakyat lebih utama dan menyeluruh.(*)
(Sumber: https://rmol.id/read/2020/04/07/429153/corona-dan-dilema-ekonomi-politik)